TEMPO.CO, Jakarta - Banyak pasien yang dinyatakan sembuh tapi rasa nyeri pada penderita kanker masih terjadi sewaktu-waktu dan mengganggu kualitas hidupnya. Pakar nyeri dari Jakarta Pain and Spine Center, Darto Satoto, mengatakan rasa nyeri pada penderita kanker biasanya terjadi akibat penekanan saraf atau efek samping terapi, seperti pembedahan, obat-obatan, atau kemoterapi.
Derajat nyeri yang berkaitan dengan kanker bervariasi, bergantung pada banyak hal, dari jenis, stadium, hingga kepekaan pasien terhadap nyeri. “Semakin cepat diterapi, kemungkinan nyeri teratasi juga semakin besar,” ujar Darto, Rabu, 7 Desember 2016.
Darto mengatakan ada dua teknik intervensi yang dilakukan untuk mengatasi nyeri kanker, yaitu teknik destruktif dan non-destruktif. Teknik pertama dilakukan dengan perusakan jaringan saraf guna menghentikan impuls nyeri secara searah. Teknik ini dapat dilakukan dengan pemberian agen farmakologis, radiofrekuensi, dan pembedahan.
Adapun teknik non-destruktif biasanya dilakukan dengan menghentikan impuls nyeri secara dua arah melalui obat-obatan atau rangsangan elektrik. Teknik destruktif biasanya dilakukan satu kali dan lebih hemat dari segi biaya. Namun teknik ini dapat menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan lain di luar sasaran.
Pada teknik non-destruktif, penyuntikan atau pemasangan infus berisi obat anestesi lokal dengan atau tanpa steroid untuk menghambat impuls dan meredakan nyeri. Teknik ini dapat dilakukan pada saraf perifer, area perifer, dan sumsum tulang, bergantung pada area yang ingin dimanipulasi.
Baca Juga:
Artikel lain:
Cek, Apa Saja Pemicu Sakit Gigi
Tidak Menikah, Tanda Wanita Mandiri atau Trauma?
Trik Agar Wajah Bulat Tampak Tirus dengan Gaya Rambut