TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Dr Koesmedi Priharto SpOT MKes, menjelaskan, diperkirakan sekitar 75.000 anak siswi kelas 5 SD dan sederajat akan diberikan vaksin HPV. Pemprov DKI juga sudah menyiapkan semua tenaga medis Puskesmas sebagai pemberi vaksin di sekolah seperti kegiatan BIAS lainnya. Untuk itu, ia mengimbau orang tua ikut serta mengambil peran aktif untuk melindungi putrinya dari risiko kanker serviks.
Pernyataan Kadinkes Pemprov DKI itu tentu berkaitan dengan upaya Dinkes Provinsi DKI dalam mewujudkan Indonesia bebas dari kanker serviks atau kanker leher rahim dengan pemberian imunisasi Human Pamillomavirus (HPV) melalui kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) kepada murid perempuan kelas 5 SD atau sederajat untuk dosis pertama dan kelas 6 SD atau sederajat untuk dosis kedua, mulai tahun 2017.
Kanker serviks masih menjadi salah satu penyakit yang ditakuti dan juga penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Untuk mengurangi risiko kanker serviks adalah dengan cara mencegah jangan sampai seseorang terinfeksi Virus Human Papilloma. Infeksi virus Human Papilloma dicegah melalui pemberian vaksinasi HPV.
Imunisasi HPV sudah diberikan melalui program BIAS pada 4 Oktober 2016 kepada siswi kelas 5 SD dan sederajat. Riset klinik telah menunjukan bahwa usia 9 hingga 13 tahun adalah jangka usia yang paling baik untuk diberikan vaksin HPV, cukup hanya dengan dua kali dosis vaksin HPV.
Banyak orang yang khawatir bahwa vaksin HPV bisa menyebabkan menopause. Tapi anggapan itu dibantah oleh Koesmedi. Efek samping vaksin HPV hanya menyebabkan sakit di bagian tubuh yang terkena suntikan. "Menopause tidak terjadi pada remaja. Sampai saat ini, tidak ada bukti vaksin HPV menyebabkan menopause," jelasnya.
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan pada 2015 mencatat kanker serviks berada pada urutan teratas untuk prevalensi penyakit kanker di Indonesia. Di sisi lain, Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) mencatat ada 20.000 kasus baru kanker serviks yang ditemukan di Indonesia setiap tahunnya.
Ketua Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI) Andriyono mengatakan, presentase penderita kanker serviks cukup tinggi. Dari 1.000 perempuan, satu di antaranya menderita kanker serviks. Data WHO juga menunjukkan terdapat lebih dari 92.000 kasus kematian akibat kanker serviks.
Saat ini, tenaga kesehatan di seluruh dunia semakin dipusingkan dengan rata-rata umur pasien penderita kanker serviks. Jika dulu kebanyakan penderita kanker serviks menyerang perempuan berusia 50 tahun, kini perempuan muda berusia 30 tahun juga sudah menjadi korban.
Kanker serviks disebabkan oleh virus human papillomavirus (HPV). Ini merupakan jenis virus yang juga menyebabkan kutil di beberapa anggota tubuh. Dari berbagai jenis virus tersebut, HPV 16 dan HPV 18 merupakan yang paling berbahaya.
Sekali terjangkit, virus tersebut dapat berkembang dalam tubuh dalam kurun 2 tahun-3 tahun. Kendati sangat berbahaya, menurut Andriyono, kanker serviks sebenarnya bisa dicegah. Salah satunya adalah dengan pemberian vaksin sejak usia 9 tahun.
Vaksin ini dipercaya mampu melindungi tubuh dari serangan kanker serviks. Andriyono menjelaskan rentang usia 9 tahun-13 tahun merupakan masa ideal pemberian vaksin karena sistem imun masih bagus.
Selain melalui vaksinasi yang merupakan pencegahan primer untuk kanker serviks, ada pula pencegahan sekunder melalui skrining berupa pap smear maupun IVA. Pap smear adalah langkah pemeriksaan sederhana, caranya dengan memasukan sebuah alat ke vagina untuk mengambil sampel.
Sampel lalu dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pemeriksaan ini direkomendasikan bagi semua perempuan yang telah melakukan hubungan seksual setidaknya setiap tiga tahun sekali. Metode deteksi dini lainnya yaitu Inspeksi Visual dengan Asam Asetat atau IVA, dengan menyemprot asam asetat ke leher rahim lalu diamati perubahan yang terlihat.
Apabila terlihat plak putih, artinya sudah ada perubahan dari sel normal menjadi abnormal akibat infeksi HPV. Tes IVA tergolong murah dibandingkan dengan cara lainnya. Seperti halnya pap smear, IVA hanya untuk perempuan yang sudah menikah.
Andriyono juga menyatakan vaksin HPV tidak menyebabkan wanita remaja berhenti menstruasi atau menopause. Lagi pula, tidak ada satu pun bukti dari penelitian yang menunjukan dampak tersebut.
Kementerian Kesehatan juga menegaskan bahwa pemberian vaksin HPV untuk mencegah kanker serviks bisa menyebabkan menopause dini atau kemandulan.
“Sampai saat ini tidak ada bukti yang menunjukkan adanya hubungan Premature Ovarian Failure (POF) dengan penggunaan vaksin HPV,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Oscar Primadi, dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Minggu, 27 November 2016.
BERBAGAISUMBER | PIPIT
Artikel lain:
Salah Kunyah dan Telan Bisa Berakibat Perut Kembung
Bahan Makanan yang Mampu Maksimalkan Kesehatan
Ketahui Perbedaan Flu dengan Pilek