TEMPO.CO, Jakarta -Tren baru keluarga di Jakarta, yakni mengambil cuti pada waktu off-season untuk jalan-jalan atau liburan, yakni Januari hingga April dan September hingga November. Pada dua kurun tersebut, negara-negara tujuan wisata dan tarif penerbangan memberikan harga murah. Berbondong-bondonglah keluarga mengambil liburan, meski anak dalam status sekolah. "Agak aneh ambil cutinya. Tapi sebaiknya memang pas liburan sekolah karena tanggung jawab anak kan sekolah," ujar psikolog yang juga konsultan urusan karier, Bertha Sekunda.
Ada tiga momen yang menjadi pertimbangan untuk menggunakan cuti tahunan. Pertama adalah liburan. Bagi yang berkeluarga, tentu liburan bareng keluarga. Sedangkan bagi yang lajang bisa untuk jalan-jalan. Kemudian cuti hari raya. Lalu, terakhir adalah cuti administratif.
Tiga pola yang lebih tepat untuk karyawan swasta. Pegawai negeri dan pegawai badan usaha milik negara biasanya mengikuti cuti bersama, sehingga cuti tahunannya banyak terpotong. Menurut Bertha, cuti terbesar biasanya untuk hari raya dan jalan-jalan. "Hari raya bisa 50 persen penggunaannya," ujarnya .
Bertha mencontohkan untuk Idul Fitri yang dirayakan besar-besaran di Indonesia. Cuti pada hari raya ini paling dirasakan oleh pekerja ataupun keluarganya karena bisa bertemu dengan keluarga besar. Bahkan, bagi umat Nasrani, masa cuti dihabiskan dari Natal hingga tahun baru.
Soal cuti administratif, Bertha menyarankan untuk selalu menyediakan waktu. "Karena tidak semua perusahaan memberikan waktu khusus," ujarnya. Padahal tiap orang butuh waktu untuk melakukan perpanjangan identitas pribadi, mengurus administrasi perbankan, menemani istri melahirkan, hingga mengambil rapor anak. Daripada mencuri-curi waktu dan ketahuan, lebih baik dipersiapkan.
Nah, untuk di Jakarta, Bertha mengatakan perusahaan perlu memberikan kebijakan cuti bencana, khususnya banjir. Misalnya, ia mencontohkan, banjir sudah berada di lebih dari lima titik besar, sehingga orang tidak bisa bergerak. Seharusnya divisi sumber daya manusia di perusahaan tersebut memberikan kebijakan untuk boleh tidak masuk, tentunya dengan investigasi kebenaran situasi yang dialami pekerja. Caranya, dengan memantau laporan bencana atau mewajibkan karyawan menunjukkan bukti daerahnya terkena banjir parah dengan foto.
"Keselamatan itu nomor satu," katanya. Kalau karyawan sakit, kecelakaan di jalan, perusahaan juga yang akan rugi karena menanggung biaya kesehatannya.
Berita lainnya:
Menghadapi Bos Lebih Muda atau Seusia
6 Kesalahan dalam Investasi Emas
5 Kiat Sukses dari Bos Snapchat Evan Spiegel