TEMPO.CO, Jakarta - Kapan terakhir kali Anda bermain dengan anak-anak? Bermain di sini artinya Anda benar-benar berinteraksi melalui permainan bersama mereka sembari melupakan kesibukan di kantor ataupun di rumah. Hmm… boleh jadi pertanyaan itu tak mudah dijawab.
Tak bisa dimungkiri, pada zaman yang super-sibuk ini, banyak tantangan yang harus dihadapi orang tua dan anak. "Persaingan demi karier yang menghabiskan waktu, sedangkan anak-anak asyik dengan permainan elektronik," ujar Mayke S. Tedjasaputra, psikolog ahli perkembangan anak dari Universitas Indonesia, yang terkenal dengan terapi permainannya.
Itu sebabnya, Mayke perlu mengingatkan orang tua agar tetap berusaha menjaga keseimbangan perannya. Salah satu taktik yang bisa dilakukan adalah tak menyerah pada keterbatasan waktu. "Bukan kuantitas semata, melainkan juga kualitas. Waktu 15-20 menit pun cukup untuk bermain bersama," katanya.
Untuk menciptakan suasana yang mengasyikkan, Mayke melanjutkan, orang tua dan anak-anak bisa bersama-sama memilih jenis permainan. Tak perlu susah payah mencarinya. Pelajari saja rangkaian buku Cerdas dengan Bermain karya Mayke. "Dalam bermain, ada aspek fisik, kognitif, dan psikososial yang dilatih. Satu kegiatan biasanya mencakup beberapa aspek sekaligus," tutur Mayke.
Misalnya, dari main hujan-hujanan, aspek kognitif bisa diasah dengan pertanyaan: mengapa ada hujan? Aspek fisik bisa dilatih dengan merasakan sentuhan air hujan. Sedangkan aspek psikososial dapat dilihat dari sisi kebiasaan anak-anak lebih senang main hujan-hujanan beramai-ramai. "Orang tua perlu memahami bahwa bermain adalah urusan yang serius buat anak-anak, terutama anak balita. Jadi jangan disepelekan," Mayke menambahkan. Karena pentingnya urusan ini bagi anak, bermain haruslah menyenangkan.
Hanya, orang tua sebaiknya tidak memaksakan jenis permainannya. Kalau anak tidak senang tapi harus melakukan, ini namanya pekerjaan, bukan lagi bermain. Karena itu, biarkan anak yang memilih apa yang diinginkannya.
Dalam bermain, kata Mayke, sejatinya ada bonding atau proses mempererat hubungan orang tua dan anak. "Sambil bermain, orang tua bisa menjalankan fungsinya sebagai pendidik dengan menerapkan prinsip akomodasi dan asimilasi dengan keinginan anak," dia mengungkapkan. Misalnya, tentang apa yang dimainkan, bagaimana aturan main, dan kapan permainan harus dihentikan meski sedang asyik-asyiknya.
Soal perlukah memisahkan permainan anak laki-laki dan perempuan, menurut Mayke, hal itu tidak perlu dilakukan. "Bebaskan saja. Jangan khawatir. Pada saatnya, anak akan memilih yang sesuai dengan jenis kelaminnya. Biasanya antara usia 6 dan 7 tahun." Jadi anak perempuan pun boleh, lho, belajar memanjat pohon!
Berita lainnya:
Yuk, Ajari Anak Mengelola Uang
Tip Membentengi Anak dari Pengaruh Negatif
Usia 30-an, Segera Konsumsi Makanan Pencegah Keriput