TEMPO.CO, Jakarta - Sepuluh tahun lalu, mungkin tidak ada orang yang bercita-cita menjadi penyeduh kopi. Bahkan kata-kata tukang kopi hanya ditujukan pada penjaja kopi instan di warung atau yang berkeliling dengan sepeda.
Kini, penyeduh kopi mencuat jadi pekerjaan yang diimpikan banyak orang. Untuk memoles citranya, tukang kopi lebih sering disebut barista--menurut kamus Merriam-Webster berarti seseorang yang membuat dan menyajikan kopi dan minuman berbasis kopi.
Lihat saja antrian pelamar sekolah barista--di Jakarta, ada tiga tempat. Dua hari lalu, kami menyambangi A Bunch of Caffeine Dealers (ABCD) di Jalan RP Soeroso, Menteng, Jakarta Pusat. Empat murid, usia 20 sampai awal 30-an, dengan tekun memperhatikan setiap kata yang keluar dari mulut instruktur mereka, Laurentius Bayu Sukma.
Begitu juga dengan gerakannya. Mulai menakar dan menggiling biji kopi, menuangkan air panas di kertas penyaring, sampai tersaji di cangkir mungil itu. “Coba kalian gambarkan apa saja rasa yang muncul dari kopi buatan saya ini,” kata Nugie, panggilan Laurentius.
Itu merupakan hari kedua--dari total tiga hari--mereka belajar teori dan praktek kopi. Setiap kelas terdiri dari empat bagian yaitu appreciation, brewing, cupping, dan latte.
Ve Handoyo, satu dari dua pemilik ABCD, mengatakan dalam appreciation,peserta diperkenalkan teori dan filosofi kopi secara mendalam. “Peserta harus tahu kopi itu apa, cara menanamnya, jenisnya, pokoknya pengetahuan tentang kopi secara umum, agar mereka dapat memperlakukan kopi dengan benar,” kata Ve, 41 tahun. Menurut dia, barista wajib tahu semua hal tentang kopi, bukan hanya membuatnya. Sesi teori ini dibawakan oleh Hendri Kurniawan, orang Indonesia pertama yang jadi juri World Barista Championship dengan sertifikasi dari Specialty Coffee Association Europe–America.
Di hari kedua peserta sekolah kopi akan praktek langsung ilmu menyeduh kopi dengan cara manual (brewed) dan mesin espresso. Di hari yang sama, peserta diajarkan mengidentifikasi rasa yang muncul dari kopi, seperti asam, manis, fruity, istilah kerennya cupping taster. “Ada lebih dari 149 rasa serta rasa turunan yang muncul dari kopi," ujar Ve. "Barista yang baik harus bisa mengidentifikasi itu.”
Di hari ketiga, siswa diajarkan membuat kopi yang dicampur susu atawa latte. Sama halnya dengan kopi, mereka juga dijejali dengan berbagai informasi seputar susu, mulai kandungan nutrisi, bagaimana sifat susu yang baik untuk dicampur dengan kopi, bagaimana pengolahannya dan sebagainya.
Di ABCD, peserta dapat memilih kelas dalam bentuk paketan, seperti di atas, atau per bagian. Kelas paket dibanderol Rp 5 juta. Sedangkan kelas per bagian membayar berdasarkan tingkatannya. Misalnya untuk appreciation seharga Rp 500 ribu, brewing Rp 1 juta, cupping Rp 1,2 juta dan Latte Rp 3,3 juta
Ferry William, 31 tahun, peserta Sekolah Kopi ABCD mengatakan menjadi barista bukan tujuan utamanya. "Tapi, ingin mendapatkan pengetahuan tentang kopi," ujar warga Pluit, Jakarta Utara ini. Dengan ilmu barunya itu, pengusaha ekspedisi itu ingin melebarkan bisnisnya jadi pengekspor biji kopi.
Tempat lain untuk belajar membuat kopi ada di Esperto Barista Course di Menteng. Satu paket yang terdiri empat pertemuan dibanderol Rp 6 juta. "Peserta yang lulus kami sediakan sertifikat," ujar Franky Angkawidjaja, 37 tahun, pengajar sekaligus pemilik. Masih di Menteng, ada Universita Del Caffe, yang juga bisa jadi tempat belajar.
CHETA NILAWATY