TEMPO.CO, Jakarta - Ramadan menjadi momentum bagi Ita Mifta untuk memperbaiki diri. Tak cuma jadi banyak beribadah, dia juga mengubah pola makan. Misalnya, yang dulunya gemar mengkonsumsi gorengan, saat berpuasa, Ita menghindari camilan tersebut. “Lebih banyak ngemil buah,” kata perempuan 27 tahun ini, seperti ditulis Koran Tempo, Senin, 11 Juli 2016.
Menu khusus pun disiapkan selama Ramadan. Untuk sahur, dia mewajibkan diri mengkonsumsi beras merah, protein seperti telur dan ikan, serta beragam sayuran. Buah dikonsumsi menjelang imsak. Waktu berbuka, Ita menghindari minuman dan makanan yang terlalu manis serta makanan berminyak seperti gorengan. “Badan menjadi lebih fit,” kata warga Karet, Jakarta Selatan, itu. Namun biasanya pola makan seperti ini hanya bertahan selama bulan suci. Setelah Lebaran dan kembali bekerja, gaya makan karyawan swasta ini berubah ke pola lama: senang mengkonsumsi makanan manis dan berminyak, waktu makan tak teratur, rajin ngemil, serta jarang makan buah.
Perubahan pola makan seperti itu jamak dilakukan banyak orang. Menurut ahli nutrisi Emilia Achmadi, masa puasa biasanya dijadikan momen untuk mengubah pola makan. Saat berpuasa, saluran pencernaan diistirahatkan, setelah sebelumnya bekerja keras selama sebelas bulan. “Seperti mobil yang teratur diservis agar bisa bertahan lama, puasa punya manfaat yang sama,” kata ahli gizi lulusan Oklahoma State University, Amerika Serikat, ini.
Puasa, dia melanjutkan, membuat organ pencernaan beristirahat selama 12 jam setiap hari selama satu bulan. Hal ini membuat cadangan energi yang menumpuk dalam bentuk lemak hasil endapan selama 11 bulan sebelumnya dibakar. Puasa membuat metabolisme tubuh bekerja lebih cepat. Tapi masalahnya, pola makan yang sudah sehat selama berpuasa ini tak dilanjutkan setelah Lebaran. “Begitu hari raya dan besoknya kembali masuk kerja, kita melakukan kesalahan yang dulu,” ujar Emilia. “Kita enggak pernah mencoba untuk maju.”
Walhasil, dalam jangka panjang, obesitas, kolesterol tinggi, hipertensi, penyakit jantung, stroke, dan penimbunan lemak yang bisa berujung pada pembengkakan hati (fatty liver) gampang terjadi. Menurut Emilia, ada empat kebiasaan sehari-hari yang salah yang perlahan-lahan menyebabkan munculnya penyakit tersebut.
1. Makan apa yang diinginkan, bukan dibutuhkan
Dalam kondisi lapar, misalnya karena pekerjaan yang tanggung, orang cenderung memilih makanan yang diinginkan saat itu, bukan makanan yang dibutuhkan oleh tubuh. “Jarang yang berpikir ‘apakah makanan itu sehat?’,” kata Emilia. Kalaupun sudah makan, orang biasanya akan berhenti karena kenyang atau makanannya habis. Sangat jarang yang berhenti makan karena merasa bahwa tubuh sudah cukup mengasup makanan.
2. Gula dan garam berlebihan
Makanan besar atau camilan yang manis dan mengandung tinggi garam biasanya lebih sering disantap dibandingkan dengan makanan yang tawar. Alasannya adalah rasanya lebih enak. Padahal makanan seperti ini membuat kita menabung penyakit degeneratif, seperti hipertensi, stroke, dan diabetes. Maka lebih baik memilih menjauhkan diri dari makanan yang manis, asin, gurih, dan digoreng.
3. Kurang gerak
Hal ini menjadi persoalan yang umum sekarang. Orang terlalu malas bergerak, apalagi ditambah dengan banyaknya fasilitas yang mendukung, misalnya memesan makanan via online ketimbang membeli di warung. Akibatnya, distribusi oksigen dan darah ke seluruh tubuh terganggu. Berbagai penyakit pun bisa timbul, seperti hipertensi, sakit jantung, osteoporosis, obesitas, dan diabetes tipe dua. Badan Kesehatan Dunia PBB (WHO) menyatakan bahwa ketidakaktifan fisik menjadi penyebab kematian nomor empat secara global.
4. Kurang tidur
Durasi tidur yang ideal adalah 7-8 jam dalam sehari. Istirahat yang cukup akan membuat tubuh tetap sehat dan organ-organ menjalankan fungsinya dengan baik. Tapi masalahnya, banyak orang memilih begadang, apalagi saat musim pertandingan sepak bola seperti dalam sebulan terakhir. Menurut Emilia, kurang tidur tak cuma membuat tubuh menjadi lesu dan mengantuk seharian, tapi juga membuat fungsi lever terganggu.
Maka, ketimbang mendapati tubuh menjadi tidak sehat dan berpenyakit, lebih baik melanjutkan kebiasaan sehat selama berpuasa. Berdisiplinlah pada waktu untuk makan dan mengkonsumsi makanan yang dibutuhkan oleh tubuh, yang mengandung karbohidrat, protein, serat vitamin, dan lemak cukup.
NUR ALFIYAH