TEMPO.CO, Jakarta – Sering kali ibu bekerja merasa tidak rela mendapati buah hati justru lebih menyayangi orang lain. Entah itu nenek, kakek, atau bahkan babysitter. Anak bisa memeluk hangat mereka, tapi tidak kepada Anda. Ingin rasanya saat itu juga berhenti kerja dan menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya. Benarkah itu satu-satunya solusi?
Well, orang tua bekerja, ayah dan ibu, sama-sama ke luar rumah mencari nafkah untuk keluarga adalah hal yang lumrah sekarang ini. Semakin tingginya biaya hidup menjadi salah satu faktor. Agar anak-anak bisa makan bergizi, terlindungi kesehatannya, dan tetap bersekolah hingga jenjang tinggi, jelas dibutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Bukan berarti, setelah perjuangan keras yang dilakukan, justru berbalas kehilangan kasih sayang dari anak-anak. Jangan sampai terjadi.
Anggia Chrisanti, konselor dan terapis di Biro Konsultasi Psikologi Westaria, menyebutkan dua fungsi utama wanita dalam rumah tangga, yakni fungsi sebagai istri dan fungsi sebagai ibu. Fungsi sebagai istri, biasanya lebih mudah dijalani dengan embel-embel wanita karier sekalipun. Karena saat ini, kaum laki-laki (suami) cukup terbuka dalam memberi kebebasan istrinya memiliki kegiatan atau pekerjaan di luar rumah.
“Sekarang para suami jauh lebih supporting, termasuk meningkatnya kemampuan untuk berbagi tugas di rumah setelah sama-sama pulang dari aktivitas di luar rumah,” ucap Anggia. Lebih sulit bagi wanita karier untuk tetap menjalankan fungsi sebagai ibu. “Sebab, sekalipun anak bisa dan mau ‘ditinggal’, konflik yang lebih besar justru terjadi pada diri ibu itu sendiri. Naluri ibu yang akan selalu terkait erat dengan anak, rasa rindu, dan bersalah (karena meninggalkan), itu yang paling dominan,” tuturnya.
Agar kemesraan tetap berjalan antara ibu bekerja dan anak, pilihannya adalah menciptakan quality time. “Para ibu harus meningkatkan kemampuan untuk bisa memanfaatkan waktu yang ada (yang minim) dengan kualitas maksimal,” ucap Anggia. Artinya, ibu harus punya kesediaan untuk berani mengambil sikap tegas untuk kehidupan dan pekerjaan pribadinya, sehingga cukup adil waktu yang terbagi antara untuk bekerja dan untuk bersama anak atau keluarga.
Dengan begitu, tidak ada “waktu sisa”, melainkan waktu yang memang disediakan. “Maka, ketika berada dalam setiap fungsi pada waktu-waktu yang telah disediakan, optimalkan, jangan setengah-setengah. Apakah itu di rumah saja atau dengan cara liburan bersama, yang terpenting adalah kesediaan untuk all in. Otomatis Anda akan mendapatkan quality time bersama anak,” katanya.