TEMPO.CO, Jakarta - Kemampuan memecahkan masalah pada anak harus dilatih sejak kecil. Orang tua dapat memulainya dari hal-hal kecil yang ditemui setiap hari, misalnya mengikat tali sepatu atau mengancing baju.
Menurut psikolog Lucia R.M. Royanto, kemampuan memecahkan masalah pada anak sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan berupa stimulasi-stimulasi psikologis melalui kegiatan yang dilakukan bersama anak dan asupan nutrisi yang diterima oleh anak. “Stimulasi psikologis yang diberikan oleh ibu, berupa permainan dan latihan, dapat mengembangkan kemampuan anak dan membantu perkembangan anak secara maksimal,” kata Lucia.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini menjelaskan, rangkaian proses untuk mencapai tahap pemecahan masalah dimulai dari adanya atensi, fokus, dan konsentrasi serta aktivitas mengingat, belajar, dan memecahkan masalah.
Dalam kehidupan sehari-hari, sekadar contoh, saat anak melihat ibunya makan dengan sendok dan garpu, anak akan mengarahkan atensi dan fokusnya terhadap apa yang dilakukan ibunya. Dengan berkonsentrasi, apa yang dilakukan sang ibu masuk dalam ingatan si anak. Proses belajar pun berlangsung.
Pada situasi lain, misalnya di sekolah, si anak hendak makan dan hanya menemukan sendok. Maka dia akan berpikir bagaimana cara makan tanpa garpu. Pada saat itu, kemampuan pemecahan masalah si anak diuji.
Dalam ingatannya, jelas ia menyimpan memori bahwa ibunya makan dengan sendok dan garpu. Namun, setelah melihat situasi berbeda di hadapannya, dia menemukan pemecahan masalah, yakni menggunakan sendok satu lagi sebagai pengganti garpu.
Stimulasi psikologis untuk melatih kemampuan anak juga bisa dilakukan dalam bentuk permainan, Misalnya puzzle, bricks atau balok susun-bangun. Anak yang rajin bercengkrama dengan balok susun-bangun ini selain melatih daya pemecahan masalah, mengembangkan kemampuan motorik kasar, koordinasi tangan dengan mata, mengembangkan kemampuan spasial dan bentuk, melatih imajinasi dan kreativitas serta memupuk rasa percaya diri.
Namun tetap saja pendampingan dan keterlibatan orang tua dalam permainan tersebut diperlukan. Di situ, orang tua memberi tantangan saat anak menghadapi masalah. “Jangan bilang ‘sini ibu bantuin’. Kalau dibantuin, dia enggak mikir," kata Lucia. "Tapi, kalau kita berkata, ‘coba dipikir lagi gimana caranya’, itu memberinya latihan problem solving.”
KORAN TEMPO | RAISING CHILDREN | DINA ANDRIANI
Baca juga:
Beda Teror Malam dengan Mimpi Buruk
Kiat Sukses 'Menginterogasi' Anak
Anak Pintar Saja Tak Cukup, Apalagi?