TEMPO.CO, Jakarta - Seorang anak kerap merajuk bila keinginannya tak dipenuhi. Misalnya, bocah itu menangis histeris saat dilarang bermain gunting. Semua mainan alternatif yang lebih aman sebagai pengganti yang diberikan ditolak. Lebih dari setengah jam anak tersebut terus menangis meraung-raung. Anak juga kerap memperlihatkan sikapnya yang mau menang sendiri. Terkadang, anak suka merebut apa saja yang dipegang teman-teman di lingkungan sekitarnya.
Menghadapi anak yang mengamuk dan menangis memang memerlukan kesabaran dan trik tertentu. Menurut psikolog Efriyani Djuwita, orang tua harus mencegah agar anak tidak memainkan benda-benda berbahaya. Bila si anak kemudian marah dan mengamuk, itu risiko yang harus diambil ketimbang dia mengalami cedera.
Untuk meredakan tangisan anak, menurut Efriyani, orang tua dapat memeluk dan menenangkan anak. Dalam kesempatan itu, kepada si anak bisa dijelaskan bahwa orang tua mengerti apa yang diinginkan si anak tidak tepat.
Jika tangis anak tak reda juga, Efriyani menyarankan orang tua membiarkan anak mengeluarkan ekspresi marahnya itu melalui tangisan. "Asalkan anak tidak menyakiti dirinya, seperti menjambak rambut atau membenturkan kepala ke dinding," katanya.
Saat tangisan dan amukan anak tak bisa dihentikan, dia menambahkan, katakan kepada anak bahwa dia boleh menangis jika memang merasa marah dan ingin menangis. Setelah anak tenang dan menghentikan tangisannya, barulah orang tua mendekati anak.
Setelah anak tahu bahwa orang tua mengerti apa kemauan anak, orang tua mesti menjelaskan kepada anak alasan mereka melarang anaknya melakukan sesuatu yang dianggap berbahaya. Saat itulah orang tua dapat menjelaskan apa yang dilakukan orang tua adalah untuk kebaikan sang anak.
Terhadap anak yang bertingkah di tempat umum, Efriyani mengatakan sikap orang tua yang terpaksa menuruti kehendak anaknya sebenarnya keliru. Sebab, dari situ anak akan belajar dan menyimpulkan bahwa ia dapat mengulangi metodenya mengamuk di hadapan orang lain untuk mencapai tujuannya.
Anak yang mengamuk atau sering disebut temper tantrum (tantrum), menurut Efriyani, sebenarnya merupakan keadaan yang wajar dialami anak berusia 2-3 tahun. "Ini merupakan tahap uji coba anak supaya diperhatikan dan dituruti," tuturnya.
Namun ekspresi marah pada anak ini akan hilang dengan sendirinya seiring dengan bertambahnya usia. Selain itu, anak akan malu sendiri kepada teman sebayanya jika bertingkah yang tidak baik. Biasanya, pada usia 5 tahun, kata Efriyani, anak akan mengalami perkembangan emosi dan perasaan. "Pada usia 5 tahun, anak akan merasa malu pada lingkungan jika mengamuk, apalagi di depan umum," ujarnya.
Penyebab Tantrum:
- Anak terhalang keinginannya mendapatkan sesuatu.
- Ketidakmampuan anak mengungkapkan keinginan karena keterbatasan bahasa.
- Kebutuhan yang tak terpenuhi. Misalnya, anak yang aktif akan tidak nyaman dalam perjalanan jauh dengan mobil.
- Pola asuh orang tua yang terlalu memanjakan anak dan orang tua yang mengasuh secara tidak konsisten.
- Anak merasa lelah, lapar, atau dalam keadaan sakit.
- Anak sedang stres (akibat tugas sekolah) dan karena merasa tidak aman.
Yang harus dilakukan saat anak tantrum:
- Jika tantrum terjadi di tempat umum, pindahkan anak ke tempat aman untuknya melampiaskan emosi. Jauhkan anak dari benda-benda yang bisa membahayakan dirinya atau orang lain.
- Orang tua harus tetap tenang, berusaha menjaga emosi. Jangan sampai memukul dan berteriak marah kepada anak.
- Sebaiknya tidak membujuk-bujuk, tidak berargumen, tidak memberikan nasihat moral agar anak menghentikan amukannya.
- Jika tantrum tidak selesai-selesai, peluk anak dengan rasa cinta. Jika tidak bisa memeluknya, minimal Anda duduk atau berada dekat dengannya.
- Saat tantrum sudah berhenti, jangan memberikan hukuman, nasihat, teguran, atau sindiran. Juga jangan memberi hadiah dan tetap tidak boleh meluluskan keinginan anak.
- Berikanlah rasa cinta dan rasa aman Anda kepada anak. Tunjukkan kepadanya, sekalipun ia telah berbuat salah, sebagai orang tua Anda tetap mengasihinya.
KORAN TEMPO
Berita lainnya:
Obat Jerawat dari Dapur
Koedelos, Brownies Sensasi Dingin
4 Kebutuhan Psikologis Anak Korban Perceraian