TEMPO.CO, Jakarta - Sebagai bagian dari mode, sepatu olah raga tak pernah berhenti berproduksi. Tiap musim, ada saja model baru hadir meski sebetulnya berupa pengulangan dari yang sudah ada. Perkembangan teknologi pun bisa jadi faktor yang menggiurkan. Baca: Begini Cara Memilih Sepatu Olahraga
Mungkin itu menjadi salah satu penyebab mengapa sepatu kerap mengundang banyak pembeli. Belum lagi lari, salah satu olahraga yang kerap digaungkan sebagai salah satu gaya hidup sehat termurah—tentu tak lagi murah jika ditopang dengan pembelian sepatu bermerek dan berharga tinggi.
Menilik dari sejarahnya, sepatu lari merupakan temuan baru. Usia kemunculannya baru sekitar dua abad. Bermula dari orang Inggris yang coba mengembangkan sepatu ringan, tapi bisa mencengkeram tanah. Baca juga: Tips Beli Sepatu Lari dari Bentuk Kaki
Pada 1832, sebuah terobosan dilakukan Wait Webster saat mematenkan proses sol karet yang bisa dilekatkan pada sepatu dan sepatu kulit. Sekitar 20 tahun kemudian, Joseph William Foster, pendiri perusahaan Boulton, yang sekarang dikenal sebagai Reebok, menambahkan paku ke dasar sol.
Temuan teknologi berikutnya adalah adanya vulkanisasi atau semacam perpaduan bahan karet dengan kain melalui proses pemanasan. Hal itu membuat sepatu lebih nyaman lagi saat digunakan. Proses perkembangan terus berjalan hingga sepatu-sepatu lari berjajar demikian mentereng hingga kini.
Pada 1865, Thomas Dutton dan Thorrowgood merancang sepatu kulit beralas kayu keras. Memasuki 1917, Chuck Taylor All-Star hadir dengan sol karet putih lembut yang membuat kaki lebih nyaman dan punya daya tahan lebih. All-Star's sendiri menjadi sepatu pertama yang dipasarkan ke jenis olah raga tertentu, yakni basket. Artikel terkait: Sepatu Olahraga Sudah Waktunya Diganti, Apa Saja Tandanya
Sekitar 30 tahun kemudian, dua desainer asal Jerman, Modell and Waitzer, hadir menawarkan sepatu Adidas yang punya fitur lebih ringan, potongan lebih rendah, dan membantu lari lebih cepat. Menyusul kemudian pelari maraton Shegeki Tanaki menggunakan sepatu split-toe yang membuatnya memenangi maraton di Boston pada 1951. Sepatu yang disebut ninja-style dengan belahan antara bagian jempol dan jemari lainnya itu merupakan sepatu teringan yang pernah diproduksi.
Pada 1960, New Balance hadir menyodorkan trackster dengan sol bergerigi. Nike pun hadir pada 1974 menawarkan model paling iconic, yakni sol wafel yang sempat disebut sebagai puncaknya teknologi sepatu kala itu.
Memasuki 1976, fitur sepatu atletik untuk perempuan pertama kali hadir dengan potongan lebih sempit dan warna yang lebih cerah. Dalam perkembangan berikutnya, Nike menjadi perusahaan pertama di dunia yang menambahkan bantalan tambahan ke sepatu dengan memasang gelembung udara kecil di bagian tumit.
Evolusi sepatu berlangsung hingga kini, seiring dengan berkembangnya teknologi dan inovasi. Belum lagi sepatu menjadi bagian para atlet yang kerap disponsori para produsen alas kaki. Artikel lainnya: 10 Tips buat Si Penggila Lari
COACH.NINE | RUNNERSWORLD | AISHA SHAIDRA