TEMPO.CO, Jakarta - Anemia masih menjadi masalah besar bagi kesehatan masyarakat global dengan jumlah penderita yang mencapai 2,3 miliar jiwa.
Zulfiqar Ahmed Bhutta, Ketua Kesehatan Anak Global sekaligus Direktur Pendidi Pusat Keunggulan Kesehatan Perempuan dan Anak di Universitas Aga Khan menuturkan Asia Tenggara dan Afrika tercatat memiliki prevalensi tertinggi.(baca: Belajar dari Kasus Tora Sudiro, Ini 5 Trik Solusi Sulit Tidur)
“The Health World Assembly telah menerapkan sebuah rencana implementasi yang komprehensif untuk mencapai enam target nutrisi global dengan satu tujuan spesifik, yakni untuk mengurangi 50 persen tingkat anemia pada wanita usia subur pada tahun 2025,” ungkapnya dalam keterangan resmi, Rabu, 2 Agustus 2017.
Zulfiqar menjelaskan di Asia Tenggara, ada 202 juta wanita yang terkena anemia sedangkan di Pasifik Barat, ada sekitar 100 juta jiwa.
Sebanyak 41,8 persen ibu hamil dan kurang lebih 600 juta anak sekolah dasar dan anak usia sekolah di seluruh dunia adalah penderita anemia, hampir 60 persen kasus ibu hamil dan sekitar 50 persen dari kasus anak-anak disebabkan kurangnya zat besi.(baca:Bagaimana Keluarga Mendukung Si Kecil? Simak Kata Sosiolog)
Data tren anemia global menunjukkan antara tahun 1995 dan 2013, tidak ada perubahan dramatis pada statistik anemia meskipun terdapat berbagai intervensi. Hal ini terlihat disebabkan oleh anemia karena gangguan besi.
Murti Andriastuti dokter spesialis anak sekaligus ketua satuan tugas anemia defisiensi besi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan efek jangka panjang dari kekurangan zat besi dengan atau tanpa anemia pada anak-anak dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan, kekebalan tubuh serta perkembangan otak dengan fungsi kognitif menurun sesuai dengan derajat anemia.(Baca: Peduli Anak, George dan Amal Clooney Gandeng UNICEF)