Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Remaja Terlalu Eksis di Medsos, Waspada Depresi Model Baru

Editor

Rini Kustiani

image-gnews
Ilustrasi dunia maya. Shutterstock
Ilustrasi dunia maya. Shutterstock
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Remaja masa kini tak bisa lepas dari dunia media sosial. Mereka bisa dipastikan punya akun Facebook, Instagram, Twitter, Path, dan beragam aplikasi di dunia maya lainnya.

Psikolog anak dan praktisi Theraplay PION Clinican, Astrid WEN mengingatkan orang tua dalam menghadapi remaja yang sangat eksis di dunia maya. “Internet memberikan jaringan yang luas sekali kepada semua orang, khususnya remaja. Sisi baiknya, mereka mendapat lebih banyak pilihan role model ketimbang zaman sebelum Internet,” kata Astrid dalam keterangan tertulisnya kepada Tempo.

Sisi gelapnya, Astrid melanjutkan, remaja kerap tak menyadari risiko yang akan dihadapinya. Misalnya ketika satu gambar terunggah di Internet, maka gambar itu -rela atau tidak- akan menjadi milik publik, sehingga sangat mungkin disalahgunakan.

Ketika disalahgunakan, maka remaja tersebut berpotensi mengalami perisakan atau bullying, dipermalukan, atau kekerasan. “Remaja mungkin tidak sadar akan bahaya ini meski sudah diperingatkan. Mereka kurang memahami konsekuensinya, hingga merasakan sendiri,” ujar Astrid.

Selain potensi kejahatan cyber, Astrid menambahkan, ada bahaya lain yang mengintai remaja penggila media sosial, yakni berupa kecemasan dan depresi. Mereka cemas menunggu berapa like yang terkumpul, cemas memilih ratusan foto yang mau diunggah, depresi karena tidak mengerjakan projek yang berpusat pada kepedulian terhadap orang lain, depresi karena akan melihat orang lain selalu lebih baik darinya, dan lain sebagainya.


Ilustrasi selfie.

“Saat kita ingin selalu tampil dengan sempurna dan happy, look perfect or good, atau gaul di media sosial, tekanan itu selalu ada. Dan semua itu akan menjadi personal branding,” ujarnya. Yang juga bahaya adalah, pada akhirnya kita tidak menjadi diri sendiri. “We put our fake accounts there. Keseksian kita diambil dari usaha beberapa puluh take foto. Keseksian kita tidak lagi fun.” Baca: Heboh Posting Foto Seksi, Pengaruh Sexting Tak Banyak yang Tahu

Mereka yang sudah tergila-gila dengan media sosial dan terobsesi membentuk jati diri di dunia mata, menurut Astrid, akan kehilangan waktu untuk bersosialisasi secara nyata. Sebab, mereka memilih masuk ke dunia maya demi mendapatkan 1.000 likes daripada berteman dengan 5 orang di dunia nyata yang dapat disentuh.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jika kondisi ini berlarut-larut, kebutuhan untuk berkoneksi secara emosional, afektif, dan penuh penghargaan akan sulit diraih ketika pesan yang kita sampaikan melalui body image, dengan bergaya seksi dan tidak senonoh, merupakan secuil keinginan untuk “bermain”.

“Ini bukan berarti tidak boleh bergaya seksi, tapi perlu dipikirkan baik-baik apa tujuannya dan apa motivasi yang mendasarinya,” kata Astrid. Jika kebutuhannya hanya ingin diperhatikan, dia khawatir remaja akan mendapat perhatian yang salah. Artikel terkait: 6 Alasan Posting Foto Seksi di Media Sosial, Apa Dampaknya?

Untuk mengatasi semua itu, Astrid menyarankan kepada orang tua memberikan bekal pengetahun mengenai dunia media sosial, aturan penggunaan, dan risiko yang mengintai kepada anak sebelum beranjak remaja. Selain itu, perlu komunikasi dua arah antara anak dan remaja. “Dengan membuka dialog, anak juga mendapatkan informasi yang lebih komprehensif dari orang tua dan mereka merasa di-support,” ujarnya.

Jika memungkinkan, Astrid menambahkan, jadikan isu yang sedang happening di dunia remaja di Internet sebagai bahan diskusi sebagaimana membicarakan berita sehari-hari. Hal ini dapat membantu remaja dalam membentuk identitas diri sekaligus orang tua dapat memberikan sudut pandang yang lebih luas.

DINA ANDRIANI

Berita lainnya:

Anda Suka Berbohong di Media Sosial, Ini Kata Psikolog

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Kapan Waktunya Anak Diberi Akses Internet Sendiri? Simak Penjelasan Psikolog

19 menit lalu

Ilustrasi anak bermain gawai (pixabay.com)
Kapan Waktunya Anak Diberi Akses Internet Sendiri? Simak Penjelasan Psikolog

Psikolog memberi saran pada orang tua kapan sebaiknya boleh memberi akses internet sendiri pada anak.


Berefek ke Kesejahteraan Tubuh, Bagaimana Taktik Mengurangi Penggunaan Media Sosial?

2 hari lalu

Ilustrasi bermain sosial media di ponsel. Shutterstock.com
Berefek ke Kesejahteraan Tubuh, Bagaimana Taktik Mengurangi Penggunaan Media Sosial?

Orang sering menggunakan media sosial untuk memposting momen terbaiknya, membuat feed terlihat seperti highlight reel dari pengalaman keren.


Link 15 Twibbon Untuk Merayakan Hari Bumi, Perhatikan Cara Download dan Upluad

2 hari lalu

Massa dari berbagai Kelompok Pencinta Alam melakukan aksi damai untuk memperingatai Hari Bumi, di halaman gedung KPK, Jakarta, 22 April 2015. Dengan membawa spanduk raksasa yang berisi Petisi Kelestarian Bumi Indonesia dan dibubuhi ribuan tandatangan tersebut mereka mengingatkan bahwa Merusak Alam Itu Korupsi. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Link 15 Twibbon Untuk Merayakan Hari Bumi, Perhatikan Cara Download dan Upluad

Hari Bumi atau Earth Day pada 22 April dapat dirayakan dengan berbagai aktivitas termasuk meramaikan di media sosial lewat unggahan twibbon.


Jeda 3-7 Hari dari Media Sosial Bisa Meningkatkan Kesehatan Mental? Begini Penjelasannya

3 hari lalu

Ilustrasi bermain media sosial. (Unsplash/Leon Seibert)
Jeda 3-7 Hari dari Media Sosial Bisa Meningkatkan Kesehatan Mental? Begini Penjelasannya

Sebuah studi penelitian 2022 terhadap anak perempuan 10-19 tahun menunjukkan bahwa istirahat di media sosial selama 3 hari secara signifikan berfaedah


25 Link Twibbon untuk Semarakkan Hari Kartini 2024

4 hari lalu

Raden Ajeng Kartini. Wikipedia/Tropenmuseum
25 Link Twibbon untuk Semarakkan Hari Kartini 2024

Pemerintah Sukarno memilih hari Kartini untuk diperingati sebagai momentum khusus emansipasi wanita


CekFakta #256 Langkah Mengecek Transparansi Halaman Media Sosial

5 hari lalu

Logo twitter, facebook dan whatsapp. Istimewa
CekFakta #256 Langkah Mengecek Transparansi Halaman Media Sosial

Menelisik Motivasi di Balik Akun Medsos Penyebar Hoaks Melalui Transparansi Halaman


Cara Menonaktifkan Sementara dan Menghapus Permanen Akun Instagram

5 hari lalu

Logo Instagram. Kredit: TechCrunch
Cara Menonaktifkan Sementara dan Menghapus Permanen Akun Instagram

Terdapat dua pilihan ketika ingin rehat dari Instagram, yakni menonaktifkan sementara dan menghapus akun secara permanen.


Saran Psikolog agar Mental Sehat setelah Libur Panjang

8 hari lalu

Ilustrasi keluarga mengisi liburan sekolah dengan camping di alam. Foto: Freepik.com/Jcomp
Saran Psikolog agar Mental Sehat setelah Libur Panjang

Hindari berbagai jenis kegiatan yang membuat tubuh minim bergerak agar mental tetap sehat usai libur panjang Lebaran.


Kelola Penggunaan Media Sosial agar Tidak Stres dengan Tips Berikut

9 hari lalu

Ilustrasi bermain media sosial. (Unsplash/Leon Seibert)
Kelola Penggunaan Media Sosial agar Tidak Stres dengan Tips Berikut

Berikut beberapa tips untuk meminimalkan dampak penggunaan media sosial terhadap tingkat stres pada peringatan Bulan Kesadaran Stres.


Sederet Fakta Khatib Salat Id di Bantul Singgung Dugaan Kecurangan Pemilu dan Berujung Minta Maaf

11 hari lalu

Ilustrasi salat Idul Fitri. REUTERS
Sederet Fakta Khatib Salat Id di Bantul Singgung Dugaan Kecurangan Pemilu dan Berujung Minta Maaf

Khatib salat Id di Bantul, Yogyakarta, mendadak viral di media sosial karena mengangkat materi dugaan kecurangan Pemilu 2024. Berikut sederet faktanya