TEMPO.CO, Jakarta - Selama bulan Syawal, biasanya undangan silaturahmi Lebaran sekaligus reuni banyak berdatangan, khususnya dari kawan sekolah. Sebagian orang bersemangat dan berniat datang, tapi ada pula yang merasa berat hati dan akhirnya urung datang. (Baca juga: Pahami Karakter Berbagai Reuni Sebelum Mendatanginya)
Penulis buku Pilgrim dan Unfinished Business, Lee Kravitz, menjelaskan, ada rasa yang berbeda ketika kita datang ke reuni teman sekolah pada setiap fasenya. “Bagi yang enggan datang, biasanya dilatari berbagai ketakutan yang tidak beralasan,” katanya, seperti dikutip dari Psychology Today.
Beberapa ketakutan yang menghantui di antaranya malu karena belum mampu menjadi orang sukses, belum berhasil mewujudkan mimpi, dan khawatir terhadap pandangan orang lain yang membandingkan cermin kepribadiannya saat masih sekolah dengan kondisi sekarang. “Ketakutan ini menjadi berlebihan pada mereka yang saat sekolah dulu dianggap sebagai pecundang atau anak yang terlalu pendiam,” ujarnya.
Kravitz lantas mencontohkan bagaimana dia menghadapi reuni sesuai dengan fase usianya. Ketika datang ke reuni sekolah saat berusia 23 dan 28 tahun, Kravitz merasa seperti orang yang gagal. Sebab, ketika itu, sebagian besar temannya bercerita tentang masa lalu saat mereka masih kuliah. Siapa yang paling lucu, bikin heboh, pusat perhatian, dan sebagainya.
Tak cuma itu, ada perbincangan yang seolah memancing persaingan di antara mereka. Misalnya dengan bertanya bekerja di mana, sudah menikah atau belum, anakmu berapa, dan sebagainya. Saat itu, Kravitz belum berhasil menunjukkan keberhasilannya dibandingkan dengan teman-temannya yang datang lebih glamor sebagai ciri kesuksesan mereka.
“Saya dan teman-teman saling bercerita tentang kehidupan saat dan setelah sekolah. Kondisi saya yang paling menyedihkan,” ujarnya. Ketika itu, Kravitz bahkan belum memiliki pekerjaan tetap dan belum menikah. “Saya jauh tertinggal dibanding teman-teman.”
Lantas diadakan lagi reuni saat Kravitz berumur 35 tahun. Saat itu, dia sudah memiliki pekerjaan tetap dan punya anak-istri. Namun topik pembicaraan dengan kawan-kawan sekolah di usia itu sudah bergeser. Mereka tidak lagi membahas perilaku saat sekolah dulu, tapi bagaimana menghadapi tantangan kehidupan ke depan. (Baca: CLBK Itu Berbahaya, Ada Cara Menghindarinya)
Berangkat dari pengalaman tersebut, Kravitz menyarankan agar kita tidak perlu takut dengan reuni. “Jika kamu punya waktu untuk datang, reuni sekolah merupakan kesempatan langka guna membuka wawasanmu,” ujarnya. Selain itu, kata Kravitz, reuni sekolah menjadi jalan bagi orang yang ingin menuntaskan persoalan identitas yang belum terselesaikan pada masa sekolah dulu.
PSYCHOLOGY TODAY | SASTI HAPSARI NURDIANA | RINI K