TEMPO.CO, Jakarta - Video wanita yang nyaris tanpa busana di sebuah apotek di Jakarta, menggegerkan jagat maya dalam dua hari ini. Apakah sebenarnya yang terjadi? Apakah yang bersangkutan termasuk eksibisionis? "Masih tanda tanya besar," ujar Spesialis Kedokteran Jiwa dari Klinik Psikosomatik RS Omni Alam Sutera, Tanggerang, Dr Andri.
Kalau eksibisionis, menurut Andri, yang bersangkutan tidak akan sesantai itu. "Seorang eksibisionis tidak akan telanjang dari rumah atau dari mobil kemudian menuju suatu tempat seperti di video itu," katanya kepada Tempo.co Selasa 6 Juni 2017. Seorang eksibisionis, biasanya pakai baju lengkap dari rumah. Baru setelah di tempat keramaian, tiba-tiba yang bersangkutan memperlihatkan alat kelaminnya pada orang tertentu.
Baca juga : Pekerjaan yang Bikin Kaya Raya Kata Zodiak
Menurut Andri, eksibisionis dalam ilmu kedokteran jiwa adalah suatu perasaan yang intens dan berulang tentang mendapatkan kepuasan seksual dari mempertontonkan alat kelaminnya pada orang-orang secara tidak disangka-sangka.
Bagaimana menghadapi orang eksibisionis? Andri menyarankan untuk tidak memperdulikan penderita eksibisionis. Karena, tambahnya, seorang eksibisionis akan sangat senang dengan reaksi korbannya yang berteriak dan panik. "Karena teriakan para korban itu menampakan otoritas si eksibisionis itu," ujar Andri.
Dijelaskan juga bahwa faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi eksibisionis itu adalah inferioritas. "Mereka sangat inferior saat berhadapan dengan lawan jenis dalam kondisi normal, sehingga seorang eksibisionis mencari cara bentuk otoritas dengan cara seperti itu," ujar Andri.
Mungkinkah seorang eksibisionis disembuhkan? Menurut lulusan psikiater dari Universitas Indonesia pada 2008, ini kondisi yang berkaitan dengan perilaku manusia, pikiran maupun perasaan tentu bisa disembuhkan dengan psikoterapi.
"Kebanyakan pendekatannya dengan cara psikologis dengan teknik psikoterapi. Proses penyembuhannya tergantung motivasi yang bersangkutan," ujar peraih gelar Fellow of The Academy of Psychosomatic Medicine (FAPM) di Amerika Serikat ini. Dengan psikoterapi, perilaku atau keinginan mendapatkan kepuasan seksual melalui eksibisionisnya bisa dikurangi. "Impuls dan perilakunya bisa dikendalikan melalui terapi tersebut," katanya.
SUSAN
baca juga :
Gara-gara Anoreksia, Putri Victoria dari Swedia Bertemu Jodoh
Apa yang Harus Dirahasiakan? Simak Kata Raisa