TEMPO.CO, Jakarta -Mereka yang terlibat langsung dalam sebuah bencana seperti bom meledak di arena konser Ariana Grande di Manchester Arena, Inggris, Senin malam waktu setempat, biasanya mengalami stres pasca trauma atau Posttraumatic Stress Disorder atau PTSD. Begitu disebutkan Spesialis Kedokteran Jiwa dari Klinik Psikosomatik RS Omni Alam Sutera, Tanggerang, Dr Andri.
PTSD ini, kondisinya baru bisa didagnosis setelah sebulan dari waktu kejadian. Jika dibiarkan jelas akan sangat mengganggu. “Gangguan cemas dan panik kalau dibiarkan bisa mengganggu kualitas hidupnya,” kata Andri kepada Tempo Rabu 24 Mei 2017 melalui pesan singkat. Apalagi, katanya, jika kondisi yang bersangkutan dengan tempat kejadiannya itu berkaitan dengan kegiatannya sehari-hari. “Misalnya kejadiannya di pasar, terminal, sekolah, atau di tempat kerja, itu harus segera diatasi,” ujarnya yang baru mendarat di Korea Selatan
Untuk mengatasinya, selain pengobatan yaitu dengan obat anti cemas dan anti depresan, ada juga teknik psikoterapi. “Misalnya terapi desensitisasi,” katanya menambahkan.
Terapi Desensitisasi ini dimulai dengan membayangkan atau diberi pemicu dengan memperlihatkan gambar dari tempat kejadian yang traumatik tersebut. Kalau sudah siap lagi, pasien akan diperlihatkan gambar hidup atau video. “Kemudian kita lihat reaksinya, jika masih mengalami trauma yang akut harus segera dihentikan,” ujar dia.
Andri juga menyebutkan bahwa terapi desensitisasi juga bisa dibantu dengan teknik kognitif. Utamanya untuk mengalihkan pikiran-pikiran yang mengarah ke peristiwa traumatik tersebut.
Baca Juga:
Nah, selanjutnya, jika terapi gambar dan video sudah bisa dilalui, proses terapi bisa dilanjutkan dengan mengalaminya langsung. “Pasien tersebut dibawa ke tempat kejadian dari jarak jauh sampai jarak dekat,” katanya.
Inti dari terapi desensitisasi itu, adalah mencoba untuk melihat atau memperlihatkan kondisi terkait dengan peristiwa traumatik tersebut.
Masih banyak teknik psikoterapi yang dianjurkan. Termasuk Terapi EMDR atau Eye movement desensitisation and reprocessing. Yaitu terapi yang menguatkan sistem positif dalam diri penderita untuk menangani traumanya. Sehingga pasien akan lebih kuat lagi menghadapi trauma yang pernah dialaminya secara mental dan emosional.
SUSAN
Baca juga :
Jangan Bercinta Setelah Buka Puasa, Ini Penjelasan Dokter
Cinta Terlarang? Simak Syair Barunya John Legend
Jangan Lakukan 4 Hal Ini Agar Masa Depan si Kecil Tak Suram