TEMPO.CO, Jakarta - Masih banyak pihak di Indonesia yang belum percaya akan bahaya rokok karena hasil penelitian dan pembuktian yang masih rendah. Pendapat itu disampaikan oleh Tenaga Ahli Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Profesor Hasbullah Thabrany.
"Selama ini kampanye pengendalian tembakau di Indonesia masih meminjam fakta-fakta yang ditemukan dalam penelitian di negara lain. Fakta di Indonesia belum cukup kuat secara ilmiah," kata Hasbullah.
Salah satu hasil penelitian yang kerap dipinjam adalah dari laporan Kementerian Kesehatan Amerika Serikat yang melakukan pemantauan pengendalian tembakau selama 50 tahun. Hasilnya, penyakit kronis akibat rokok yang ditemukan di negara itu tidak banyak berbeda dengan yang ada di Indonesia.
Namun, Hasbullah mengatakan, masih banyak pejabat eksekutif dan legislatif di Indonesia yang tidak mau percaya hasil penelitian dari Amerika Serikat karena menganggap jenis rokok di dalam negeri berbeda dengan di luar negeri.
"Yang tidak paham statistik jelas tidak percaya dengan hasil penelitian itu. Mereka mengatakan kakek mereka berusia 80 tahun masih merokok juga tetap sehat," tuturnya.
Padahal, Hasbullah mengatakan bila melihat kecenderungan yang terjadi, data yang digunakan pada penelitian di Amerika Serikat cocok digunakan di Indonesia.
"Di Amerika Serikat, beban biaya penyakit akibat rokok sudah terlihat. Di Indonesia belum," ujarnya.
Artikel lain:
4 Mitos Pakai Kondisioner, Bikin Rambut Berminyak dan Lepek?
Mandi Air Panas, Manfaatnya Sama dengan Olahraga
Anak Bermain di Tempat Kotor Itu Baik, Ada Logikanya