TEMPO.CO, Jakarta - Kanaya Tabitha menikmati dunia barunya. Perancang busana 44 tahun tersebut tercatat sebagai mahasiswa Harvard University, Amerika Serikat, sejak Juni tahun lalu.
Kanaya Tabitha mengambil S2 bidang humanitarian dan social science supaya ilmunya bisa diterapkan pada aktivitasnya sebagai pekerja kemanusiaan. Dia mengatakan mata kuliah di kampus berusia empat abad itu banyak berbasis online dan menuntut mahasiswanya memotret fenomena sosial di sekitarnya. Baca: Kanaya Tabitha Bikin Rumah Pandai untuk Sinabung
Kembali ke Tanah Air pada Februari lalu, setelah sembilan bulan di Cambridge, Amerika Serikat, ia langsung tancap gas menyambangi belasan situs kerja Rumah Pandai Terang, yayasan pemberdayaan masyarakat prasejahtera dan terdampak bencana yang ia dirikan pada 2014. “Aku ketagihan belajar,” kata sarjana hubungan internasional Universitas Padjadjaran, Bandung, itu kepada Tempo di Jakarta.
Rumah Pandai Terang awalnya berupa shelter penyaluran bantuan bagi pengungsi letusan Gunung Sinabung di Kabanjahe, Sumatera Utara. Kanaya juga mengajak sohibnya sesama selebritas, seperti Aline Adita dan Nadia Mulya.
Lalu Kanaya Tabitha mendirikan tempat serupa di daerah lain, seperti rumah belajar anak difabel di Labuan, Banten; penyuluhan menata rumah menjadi homestay bagi ibu-ibu di Maumere, Nusa Tenggara Timur; dan bengkel pelatihan di permukiman eks pengungsi Timor Timur di Oelbinose, NTT. “Kawasan timur Indonesia perlu lebih diberdayakan,” kata Kanaya, yang hobi pelesiran.
Dua pekan lalu, ibu satu anak itu menghabiskan seminggu di Raja Ampat, Papua Barat. Alih-alih diving atau memotret burung cenderawasih, ia menggali budaya warga setempat. Ia terpikat sasi, adat yang mengatur penangkapan ikan dan membuat laut di ujung barat Papua itu lestari. “Jalan-jalannya cuma waktu on the way kembali ke Sorong,” kata dia.
REZA M
Berita lainnya:
Dua Wajah Maria Sharapova, Bedanya 180 Derajat
Kisah Jajang C. Noer Menjaga Kalender Meja dengan Sepenuh Hati
Velove Vexia Kurang Tidur dan Jerawatan, Langsung Pantang Makan