TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat mudah sekali mendapatkan obat antinyeri atau analgetika di warung-warung maupun toko. Obat yang dijual bebas tersebut menjadi andalan banyak orang ketika nyeri menyerang. Padahal, penggunaan obat semacam itu harus tepat dan benar agar tidak berdampak negatif.
Menurut dokter spesialis anastesi Dwi Pantja Wibowo, ada bermacam-macam mitos terkait pengobatan nyeri akut di tengah masyarakat. Pertama, mitos yang mengatakan obat antinyeri yang dijual bebas aman dikonsumsi. Masyarakat berpikir seperti ini karena tidak perlu resep dokter untuk mendapatkannya. Faktanya, setiap obat mempunyai efek lanjut dan efek samping.
Meski efek lanjut dan efek samping obat yang dijual bebas tidak seberat obat yang dijual di apotek dengan resep dokter, bila seseorang menggunakan obat yang dijual bebas pada keadaan tidak tepat atau dosisnya juga kurang tepat maka dampaknya bisa fatal.
Efek dari obat-obatan, misalnya, bisa menyebabkan gangguan pada fungsi ginjal, hati, atau lambung. Gangguan bisa muncul dalam jangka waktu berbeda-beda, tergantung kondisi tubuh pasien.
Mengingat semua obat punya efek lanjut dan efek samping, maka penderita nyeri harus betul-betul memperhatikan aturan pakainya. Penggunaan obat harus tepat waktu, yaitu disesuaikan dengan lama kerja obat di dalam tubuh.
Obat juga harus tepat dosis, yaitu disesuaikan dengan berat badan, fungsi tubuh, dan tingkat nyeri serta memperhatikan kondisi penyakit yang ada. Dwi menyarankan untuk berkonsultasi dengan dokter agar mengetahui mana obat penghilang nyeri yang tepat.
“Hindari penggunaan analgetika yang beredar di pasaran secara berlebihan untuk menghindari efek yang tidak diinginkan,” katanya.
Kedua, mitos yang mengatakan tak masalah jika seseorang minum obat antinyeri yang diresepkan untuk orang lain. Faktanya, apabila ada orang yang mempunyai gejala hampir sama dengan orang lain bukan berarti penyakitnya sama. Artinya, hindari hal ini karena bisa berbahaya.
Ketiga, mitos tentang obat antinyeri yang dijual bebas aman dikonsummsi dalam waktu lama. Faktanya, apabila nyeri tidak berkurang dalam waktu lama artinya harus dicari penyebabnya dan diatasi.
Keempat , mitos yang mengatakan parasetamol aman dikonsumsi siapa saja karena tersedia untuk anak-anak dan dewasa. Faktanya, parasetamol memang obat antinyeri paling aman, tetapi penggunaan pada dosis yang tidak tepat akan menyebabkan berbagai gangguan fungsi tubuh.
Kelima, mitos yang mengatakan obat antinyeri dapat digunakan sewaktu-waktu. Padahal, faktanya harus tepat waktu, yaitu disesuaikan dengan lama kerja obat di dalam tubuh dan memperhatikan kondisi penyakit yang ada.
Keenam, mitos berbunyi konsumsi obat antinyeri dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan ketergantungan atau kecanduan. Faktanya, obat antinyeri yang berpotensi menyebabkan kecanduan adalah antinyeri golongan opioid atau kelompok narkotika.
Namun demikian, dengan cara penggunaan yang benar, obat-obat golongan ini pun tidak menyebabkan kecanduan. Golongan obat-obat antinyeri yang lain tidak akan menyebabkan ketergantungan.
Dwi memaparkan pada dasarnya penanganan nyeri akut memerlukan kombinasi dari terapi farmakologis dan nonfarmakologis. Untuk penanganan nyeri akut secara farmakologis melibatkan penggunaan obat-obatan seperti golongan anti inflamasi non steroid (AINS), opioid (narkotik), maupun obat-obat adjuvans.
Sementara itu, penanganan nyeri secara nonfarmakologis, yaitu mengatasi nyeri dengan memberikan intervensi fisik dan atau psikologis, seperti fisioterapi, relaksasi, dan lainnya. Yang dimaksud nyeri akut adalah nyeri yang mendadak dan bersifat sementara, biasanya dapat berlangsung beberapa hari, yaitu kurang dari dua minggu.
Artikel lain:
Lingkaran Hitam di Mata, Keturunan atau Kelelahan? Solusinya?
Apapun Alasannya, Hindari Minuman Energi saat Berolahraga
Maudy Ayunda Bicara Rujak, Perawatan Kulit, sampai Karier