TEMPO.CO, Jakarta - Penyakit kelainan sel darah merah atau talasemia menempati posisi kelima dalam daftar penyakit katastropik berdasarkan beban yang ditanggung BPJS Kesehatan.
Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Lily Setyowati mengatakan beban penanganan talasemia pada 2016 mencapai Rp 476 miliar dengan jumlah pasien yang ditangani 122.477. Angka ini melonjak drastis dibanding tahun-tahun sebelumnya, yang hanya Rp 215 miliar (2014) dan Rp 415 miliar (2015).
“Talasemia berada di urutan kelima setelah penyakit jantung, ginjal, kanker, dan stroke,” ujarnya.
Talasemia merupakan penyakit kelainan sel darah merah yang disebabkan berkurangnya atau tidak terbentuknya bahan pembentuk hemoglobin. Akibatnya, sel darah merah mudah pecah. Penyakit ini diturunkan dari kedua orang tua dan bukan penyakit menular.
Talasemia terbagi menjadi dua jenis, yakni minor dan mayor. Talasemia minor hanya membawa sifat dan tidak berbahaya. Sedangkan talasemia mayor merupakan jenis yang berbahaya dan membutuhkan transfusi darah seumur hidup.
Baca Juga:
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2007, prevalensi nasional talasemia mencapai 1,5 per 1.000 penduduk per mil. Terdapat delapan provinsi dengan prevalensi lebih tinggi dari angka nasional, yakni Aceh (13,4 persen), DKI Jakarta (12,3 persen), Sumatera Selatan (5,4 persen), Gorontalo(3,1 persen), Kepulauan Riau (3 persen), NTB (2,6 persen), Maluku (1,9 persen), dan Papua Barat (2,2 persen).
Adapun berdasarkan data RSCM, hingga Oktober 2016 terdapat 9.131 pasien talasemia di seluruh Indonesia. Hari Talasemia Sedunia diperingati setiap 8 Mei. Lily berharap peringatan ini bisa mengurangi dampak penyakit tersebut.
Artikel lain:
Warna Favoritmu Mengungkap Kepribadianmu
Ibu Khawatir Produksi ASI Kurang, Cek Dulu Takarannya
Riset: Berteriak kepada Anak Sama Bahayanya dengan Memukul