TEMPO.CO, Jakarta - PresidenAsosiasi Serikat Pekerja atau Aspek Indonesia Mirah Sumirat mengatakan mengatakan hanya 10 persen buruh perempuan di tanah air yang tidak termasuk buruh kasar. Mayoritas dari 10 persen itu bekerja di kota-kota besar di Indonesia.
"Sisanya itu merupakan buruh kasar, sekitar 90 persen dari buruh perempuan Indonesia," kata Mirah Sumirat kepada Tempo saat dihubungi Jumat, 28 April 2017. Mirah menuturkan hal ini umumnya disebabkan oleh tingkat pendidikan yang masih rendah. Baca: Benarkah Perempuan Susah Dapat Kerja Setelah Berhenti
Mirah menambahkan masih ada orang tua di daerah yang enggan menyekolahkan anak perempuannya sampai pendidikan tinggi, karena berpikir anak perempuannya akan berujung bekerja di dapur saja sebagai seorang istri. Baca juga: Menjelang Hari Buruh, Polri Tetapkan Siaga 1
Menurut Mirah, persentase pendidikan buruh perempuan sekitar 60 persen berpendidikan SD-SMP, 30 persennya berpendidikan SMA dan sekitar 10 persennya berpendidikan tinggi. Mereka yang berada di posisi 10 persen ini yang tak termasuk kategori buruh kasar.
Mirah mengungkapkan daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah merupakan tempat di mana angka buruh kasar perempuan terbanyak berada. Mereka, kata Mirah, bekerja di pabrik-pabrik rokok dan garmen dan ditambah pula pabrik garmen mulai berpindah ke Timur pulau Jawa dari Barat pulau Jawa.
Sementara di kota-kota besar seperti Jakarta, buruh perempuan banyak yang mendapatkan posisi lebih baik. Namun dia mengingatkan kalau buruh perempuan yang bekerja di ritel sebenarnya adalah buruh kasar juga.
Mirah Sumirat mengatakan masih banyak perusahaan yang tak menerapkan secara konsisten hak-hak buruh perempuan. Padahal Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaaan sudah memuat secara baik hak-hak buruh perempuan.
DIKO OKTARA
Berita lainnya:
Kelakuan Orang yang Jadi Biang Kerok dalam Grup
Kiat Bikin Atasan Terkesan dan Dapat Nilai Bagus di Kantor