TEMPO.CO, Jakarta - Tak jarang anak mengalami kesulitan bila sudah berhubungan dengan angka. Tak pelak, fobia terhadap pelajaran matematika dirasakan sebagian anak-anak. Bahkan anak memakai berbagai jurus untuk menghindari pelajaran ini.
Mereka akan membuat bermacam alasan seperti mengantuk, lapar, dan ketika orang tua memaksanya anak akan cenderung sulit konsentrasi. Akibatnya, orang tua jadi ikut pusing saat mengajarkan matematika kepada anak-anak.
Padahal, matematika merupakan subjek universal yang berguna bagi beberapa studi lainnya seperti fisika, kimia, akunting, dan materi penting lainnya. Banyak pendapat menyebutkan seseorang yang dapat menguasai matematika akan memiliki performa baik pula dalam mata pelajaran lainnya.
Studi yang dilakukan Universitas Missouri menunjukkan bahwa anak usia balita memiliki asosiasi yang baik dengan angka, seperti 3 dan 4, dan pemahaman mengenai penjumlahan terkait angka sejak awal memiliki peluang lebih besar untuk berhasil pada pendidikan selanjutnya.
Belajar matematika bagi balita bisa dimulai dengan perkenalan bentuk nol sampai 10, cara menulis, berhitung dari besar ke kecil dan sebaliknya.
Bagi usia lanjutan, mulailah dengan teknik mengajar cara cepat, seperti touch spot concept, perkalian khusus 11, menghitung cepat dengan jari, dan masih banyak lagi.
Orang tua yang kesulitan mengajari anaknya, bisa memasukkan anak ke program kursus matematika yang menawarkan program menarik dan didukung tenaga pengajar profesional.
Dengan mengikuti kursus dan belajar secara berkelompok, anak-anak diharapkan lebih menikmati proses belajar ketimbang belajar sendiri untuk menghindari rasa terintimidasi ketika melakukan kesalahan. Agar lebih kondusif, ada baiknya satu kelas tidak lebih terdiri dari enam orang anak.
“Ukuran anak yang sudah mengerti adalah ketika bisa menjelaskan kembali cara penyelesaian suatu soal. Jadi yang perlu dilakukan orang tua sepulang anaknya les adalah menanyakan apa saja yang sudah diajarkan,” katanya.
Cially Tan, Manajer Kurikulum Math Monkey Indonesia menyarankan bagi orang tua ataupun guru yang menghadapi anak cenderung sulit diatur dan semaunya sendiri adalah dengan tidak memarahinya, bahkan sampai menggebrak meja. Metode seperti itu tidak akan pernah efektif dan dikhawatirkan akan berdampak pada hilangnya minat anak untuk belajar.
“Kasih pengertian ke anak, dia ke tempat kursus mau apa. Kalau hanya untuk main lebih baik pulang. Anak-anak masih bisa diberi pengertian kok. Guru boleh tegas tapi jangan galak,” ujarnya.
Setelah belajar di kelas, anak-anak perlu diberikan PR sebagai media latihan sehingga tidak lupa dengan materi yang sudah diajarkan. Tentu, matematika bukan satu-satunya faktor utama dalam kesuksesan anak meraih masa depan, pendalaman terhadap materi pelajaran lainnya patut menjadi perhatian orang tua masa kini, pelajaran bahasa asing misalnya.
BISNS
Berita lainnya:
Anak yang Sulit Pahami Matematika Bisa Jadi Diskalkulia
Perilaku Anak Berpengaruh pada Kemampuan Akademisnya
Kiat Memahami Kemampuan dan Bakat Anak