Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Memahami Jenis Epilepsi dan Terapi yang Tepat

image-gnews
Ilustrasi anak kejang/epilepsi. Redcross.org.uk
Ilustrasi anak kejang/epilepsi. Redcross.org.uk
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Epilepsi bukanlah penyakit menular dan dapat disembuhkan. Namun hingga kini masih banyak kesalahpahaman tentang penyakit ini. Epilepsi merupakan penyakit neurologi menahun yang dapat mengenai siapa saja tanpa batasan ras, gender, usia, sosial, atau pun ekonomi. Dengan terapi yang tepat

Dalam seminar media “Unmask Epilepsy”, neurolog Fitri Octaviana Sumantri, dari Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (RSCM) mengatakan seringkali penyebab epilepsi sulit ditentukan. "Sebab itu, diagnosis harus hati-hati setelah melalui riwayat medis yang terperinci,” ujarnya.

Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan epilepsi antara lain adalah gangguan perkembangan otak yang dapat terjadi sebelum lahir.  Epilepsi berdasarkan jenis serangannya dibagi menjadi dua, yakni:

1. Epilepsi umum
Jenis serangan ini terbagi lagi:
- Petit mal (absence), kondisi di mana penderita atau pasien tampak hilang kesadaran sesaat. Kehilangan kesadarannya biasanya hanya beberapa detik saja atau bisa juga disebut bengong.
- Grand mal (tonik klonik), berupa kejang atau kelojotan seluruh tubuh yang kadang disertai dengan mulut berbusa.
- Tonik, serangan berupa kejang atau kaku seluruh tubuh.
- Atonik, serangan berupa tiba-tiba jatuh.
- Mioklonik, berupa kontraksi dari salah satu atau beberapa otot tertentu

2. Epilepsi parsial
Merupakan epilepsi jinak yang terjadi pada masa kanak-kanak. Banyak orang yang menganggap epilepsi adalah kasus yang memiliki jalan buntu, padahal terapi yang tepat pada orang dengan epilepsi (ODE) akan mengurangi gejala kekambuhan dan membantu para penderita hidup lebih baik.

Terapi epilepsi bisa dilakukan setelah kita mengetahui jenis epilepsi yang diderita. Periksakan kepada dokter bila Anda atau anggota keluarga mengalaminya agar dapat mengetahui pasti jenis dan tahap pengobatannya.

Terapi dimulai dengan monoterapi, yaitu dengan memberikan satu jenis obat antiepilepsi (OAE) pilihan sesuai jenis sindrom epilepsi yang diderita. Pemberian OAE dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan secara bertahap hingga dosis efektif tercapai atau timbul efek samping.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bila dengan penggunaan dosis maksimum obat pertama tidak dapat mengontrol seizure atau bangkitan, dokter akan menambahkan OAE kedua. Bila OAE yang kedua telah mencapai kadar terapi, OAE pertama akan diturunkan secara bertahap. Penambahan obat ketiga akan diberikan bila terbukti bangkitan tidak dapat diatasi dengan penggunaan dosis maksimal pada kedua OAE pertama.

Pemilihan obat yang tepat bagi seseorang dengan epilepsi bukanlah hal yang mudah. Selain pemilihan OAE berdasarkan jenis bangkitan atau jenis sindrom epilepsinya, beberapa faktor juga harus dipertimbangkan, misalnya umur, jenis kelamin, kondisi tubuh, berat badan, dan respon masing-masing penderita terhadap pengobatan yang diberikan. Tujuan pemberian OAE adalah agar serangan epilepsi berhenti. Pada anak-anak, pemberian OAE berdasarkan anjuran dokter adalah selama 2 tahun agar anak terbebas dari kejang.

Sementara itu, neurolog anak RSCM Irawan Mangunatmadja mengatakan orang tua juga perlu mengetahui efek samping OAE yang diminum anak dan apa yang harus dilakukan bila timbul efek samping dari obat tersebut. "Penting untuk diingat, penggantian OAE tanpa alasan yang kuat sebaiknya tidak dilakukan karena dalam banyak penelitian ditemukan bahwa hal ini malah mengakibatkan kekambuhan serangan,” katanya.

Selain monoterapi, ada pula diet ketogenik yang dapat digunakan sebagai terapi untuk epilepsi. Diet ketogenik adalah diet dengan kandungan tinggi lemak dan rendah karbohidrat dan protein sehingga memicu keadaan ketosis.

Diet ini mengandung 2-4 gram lemak untuk setiap kombinasi 1 gram karbohidrat dan protein. Melalui diet ketogenik, lemak menjadi sumber energi dan keton terakumulasi di dalam otak sehingga menjadi tinggi kadarnya atau disebut dengan ketosis. Keadaan ketosis ini dipercaya dapat mengurangi gejala epilepsi dengan mengurangi frekuensi dan derajat kejang.

TABLOIDBINTANG

Berita lainnya:

Ingat 5 Hal Penting Sebelum Beli Lipstik

Epilepsi Tak Mempengaruhi Kecerdasan Anak

Valentine Identik dengan Makanan Manis, Cari Alternatifnya

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Hal-hal yang Perlu Diketahui Soal Bahaya Kandungan Senyawa Bromat pada Air Minum dalam Kemasan

12 hari lalu

Ilustrasi label lolos uji keamanan pangan pada kemasan air minum dalam kemasan.
Hal-hal yang Perlu Diketahui Soal Bahaya Kandungan Senyawa Bromat pada Air Minum dalam Kemasan

Pakar mengingatkan bahaya kandungan senyawa bromat yang banyak terbentuk saat Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).


Kemnaker Gelar Workshop Atasi Tantangan Kesehatan Kerja

18 Mei 2022

Dirjen Binwasnaker dan K3 Kemnaker, Haiyani Rumondang.
Kemnaker Gelar Workshop Atasi Tantangan Kesehatan Kerja

Banyak perubahan terjadi pada ketenagakerjaan. Perlu penyiapan untuk perlindungan tenaga kerja.


Tips Mencegah Iritasi Kulit di Belakang Telinga karena Pakai Masker

8 Maret 2022

Ilustrasi wanita pakai masker sambil bekerja. Freepik.com
Tips Mencegah Iritasi Kulit di Belakang Telinga karena Pakai Masker

Potensi peradangan semakin besar apabila seseorang memiliki kulit sensitif dan menggunakan masker dalam waktu yang lama.


Kenali 6 Penyakit Pembuluh Darah yang Paling Umum Terjadi

30 Desember 2021

Ilustrasi pemeriksaan kesehatan jantung. Shutterstock
Kenali 6 Penyakit Pembuluh Darah yang Paling Umum Terjadi

Penyakit pembuluh darah adalah gangguan yang mempengaruhi sistem peredaran darah dari dan ke organ tubuh.


Sikap Skeptis Tinggi, Daewoong Gaet 15 Anak Muda Kreatif Galakkan Info Kesehatan

20 Desember 2021

Ilustrasi Generasi Milenial. all-souzoku.com
Sikap Skeptis Tinggi, Daewoong Gaet 15 Anak Muda Kreatif Galakkan Info Kesehatan

Banyak masyarakat bersikap skeptis terkait bahaya pandemi Covid-19. Untuk tangani hal itu, Daewoong ajak anak muda galakkan info kesehatan


Asam Lambung Naik, Ketahui Posisi Tidur yang Tepat dan Lakukan Diet Asam Lambung

18 November 2021

Ilustrasi Asam Lambung.(TEMPO/Gunawan Wicaksono)
Asam Lambung Naik, Ketahui Posisi Tidur yang Tepat dan Lakukan Diet Asam Lambung

Beberapa hal yang yang harus diperhatikan penderita gangguan asam lambung adalah posisi tidur dan diet.


Mengenal Demam Tifoid, Cegah dengan Vaksinasi 3 Tahun Sekali

13 November 2021

Ilustrasi pria sakit demam. shutterstock.com
Mengenal Demam Tifoid, Cegah dengan Vaksinasi 3 Tahun Sekali

Indonesia masih endemi demam tifoid atau dikenal dengan sebutan penyakit tipus atau tipes.


Manfaat Berjalan Kaki, Membantu Mengurangi Berat Badan Hingga Mood Lebih Baik

11 November 2021

Ilustrasi wanita berjalan kaki. Freepik.com/Katemangostar
Manfaat Berjalan Kaki, Membantu Mengurangi Berat Badan Hingga Mood Lebih Baik

Rutin berjalan kaki setiap hari membantu mengurangi risiko penyakit jantung, diabetes, dan menurunkan berat badan.


Sering Pakai Semprotan Hidung untuk Mencegah Covid-19, Begini Cara Kerjanya

30 Oktober 2021

Ilustrasi hidung. shutterstock.com
Sering Pakai Semprotan Hidung untuk Mencegah Covid-19, Begini Cara Kerjanya

Salah satu cara mencegah Covid-19 adalah dengan menyemprotkan cairan khusus ke hidung. Apa kandungan dalam cairan itu dan bagaimana cara kerjanya?


5 Cara Terhindar dari Sakit Kepala

24 Oktober 2021

ilustrasi sakit kepala (pixabay.com)
5 Cara Terhindar dari Sakit Kepala

Penyebab sakit kepala yang dominan terjadi selama pandemi Covid-19 adalah kelelahan dan kurang tidur.