Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Memahami Karakter Social Climber dari Tokoh Mia

image-gnews
Film Lala Land
Film Lala Land
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Anda yang telah menonton film La La Land pasti kenal dengan tokoh wanita bernama Mia yang diperankan oleh Emma Stone.

Mia bekerja sebagai pramusaji kedai kopi. Namun, wanita yang bermimpi jadi aktris terkenal itu bisa tinggal bersama beberapa teman “keren” di rumah mewah. Bergaul dari pesta ke pesta, ditemani sedan modern Prius yang siap mengantar ke mana saja.  Tidak ketinggalan, Greg, seorang pria kaya raya yang baru sebulan dikencaninya.

Sosok Mia sangat kuat menggambarkan karakter seorang social climber, yakni seseorang yang berusaha mendapatkan status sosial lebih tinggi dengan cara berteman dengan orang-orang berada.

Tak dapat dipungkiri, menyaksikan film yang menonjolkan karakter wanita social climber yang bercitra negatif, sungguh tidak inspiratif. Namun mungkin itulah realita yang dilakukan banyak wanita zaman sekarang.

Haruskah kita, yang sungguh hidup dalam realita, menerima begitu saja arus besar yang ada? Walau sepintas terasa menyenangkan, ada risiko yang harus ditanggung dengan menjadi social climber.  

Art Markman PhD, psikolog dari Universitas Texas, Amerika Serikat pernah menyebut tentang teori hedonis-treadmill. Bahwa, setiap kali Anda mencapai tujuan, maka Anda akan menetapkan pandangan pada tujuan berikutnya.

“(Namun) jika tujuan utama Anda adalah status yang tinggi, Anda tidak akan menikmati sekali Anda berada di sana,” kata Markman. Sulit bagi para social climber merasa bahagia walau memiliki segalanya. Pasalnya, tidak jarang, dalam upaya naik ke atas, para social climber meninggalkan jejak luka pada sesama manusia, tidak terkecuali dirinya sendiri.

Lantas apa yang menyebabkan seseorang, baik sengaja ataupun tidak, menjadi social climber?

Psikolog klinis dewasa dari Pusat Informasi dan Konsultasi Tiga Generasi, Anna Margaretha Dauhan menyebutkan, seseorang menjadi social climber biasanya dilatarbelakangi oleh keinginan untuk diterima dan diakui oleh masyarakat.

“Kalau mau dilihat lebih dalam lagi, ada macam-macam kebutuhan dasar yang menjadi pendorong para social climber. Bisa jadi need for acceptance atau need for power/recognition. Biasanya berupa dorongan untuk dekat dengan orang-orang dari strata sosial lebih tinggi, yaitu ketika seseorang akan merasa lebih powerful karena berada di lingkungan orang-orang yang berpengaruh,” papar Anna.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun Anna menegaskan, social climber tidak termasuk dalam gangguan patologis dari sisi psikologi klinis. Walau tidak menutup kemungkinan, social climber seseorang yang menderita gangguan tertentu yang disebabkan stres atau break down akibat penolakan dari lingkungan sosial yang dituju.

“Gangguan psikologis yang diderita lebih karena penolakannya, bukan karena menjadi social climber-nya,” ujar Anna.

Dampak yang dirasakan social climber tentu berbeda-beda pada setiap orang. Untuk beberapa orang menurut Anna keberhasilan diterima di satu lingkungan sosial tertentu akan membawa kebanggaan dan perasaan bahwa ia diterima.

“Sampai pada titik tertentu, keberhasilan akan membawa kepuasan bagi yang bersangkutan. Hanya perlu dilihat lagi, apakah ini memang memberi kepuasan dalam jangka panjang?” kata Anna.

Pada akhirnya, untuk mencegah diri menjadi social climber dan merasakan kebahagiaan yang sejati, seseorang hanya perlu menerima dan menghargai dirinya sendiri.

Terlepas dari atribut seperti lingkungan sosial di mana ia berada (teman-temannya siapa, lingkungan, atau kenalannya siapa), banyak dari para social climber yang sebenarnya hanya perlu memupuk penerimaan diri dan rasa percaya dirinya.

“Dengan demikian penilaian terhadap harga dirinya tidak melulu dikaitkan dengan lingkungan di mana ia berada,” pungkas Anna. 

TABLOIDBINTANG

Berita lainnya:
Deena Abdulaziz Al-Saud, Putri Arab Saudi yang Nyentrik
Penjelasan Psikolog Mengenai Tren Operasi Plastik
Resep Ayam Panggang Crispy yang Gurih

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Kontribusi Riset Humaniora untuk Masyarakat Rentan

22 Desember 2021

Diskusi online KSIxChange#36 bersama ALMI Special Scientist Series bertajuk
Kontribusi Riset Humaniora untuk Masyarakat Rentan

Pentingnya integrasi riset sosial humaniora untuk proses penyusunan kebijakan terhadap masyarakat rentan yang terdampak pandemi.


Pemerintah Dorong Peran Peneliti Perempuan di Tiga Sektor

17 Maret 2021

Webinar KSIxChange bertajuk :
Pemerintah Dorong Peran Peneliti Perempuan di Tiga Sektor

Kementerian Riset dan Teknologi mendorong peneliti perempuan berperan di sektor kebencanaan, kesehatan, dan humanoria sosial.


4 Cara Rembulan Mempengaruhi Hidup Manusia

12 Mei 2017

Ilustrasi wanita bersedih. shutterstock.com
4 Cara Rembulan Mempengaruhi Hidup Manusia

Bulan diyakini dapat mempengaruhi seseorang secara emosional.


Mengapa Kepribadian Ambiver Terbanyak di Dunia

8 Mei 2017

Mengapa Kepribadian Ambiver Terbanyak di Dunia

Setengah hingga dua per tiga populasi manusia memiliki kepribadian ambiver.


Bukan Ekstrover atau Introver, Berarti Anda Seorang Ambiver?

8 Mei 2017

Ilustrasi wanita tersenyum bersama teman. shutterstock.com
Bukan Ekstrover atau Introver, Berarti Anda Seorang Ambiver?

Ambiver merupakan jenis kepribadian campuran antara introver dan ekstrover. Seperti apa ambiver?


Bicara dengan Hewan Tanda Kecerdasan atau Kekanak-kanakan?

13 April 2017

Seorang pecinta anjing bercanda dengan hewan peliharaannya saat berkampanye di acara hari bebas kendaraan di kawasan Simpanglima, Semarang, 9 April 2017. Munculnya tempat makan berbahan daging anjing dikhawatirkan sebagai media penyebaran virus rabies. Budi Purwanto
Bicara dengan Hewan Tanda Kecerdasan atau Kekanak-kanakan?

Proses mengenali pikiran pada manusia lain sama dengan proses psikologis menganggap hewan atau benda mati.


Cara Warga Amerika Saling Bantu dan Berbagi dengan Tetangga

20 Maret 2017

Ilustrasi pesta. Shutterstock
Cara Warga Amerika Saling Bantu dan Berbagi dengan Tetangga

Hidupkan kembali semangat gotong royong dan berbagi dengan
tetangga.


Tren Gaya Hidup Minimalis, Apa Manfaatnya?

20 Maret 2017

Ilustrasi berolahraga dan nonton video di rumah. shutterstock.com
Tren Gaya Hidup Minimalis, Apa Manfaatnya?

Kini, kata minimalis tidak hanya identik dengan gaya
dekorasi.


4 Tipe Orang Pemilik Sifat Ceria, Anda Salah Satunya?

17 Januari 2017

Ilustrasi wanita tertawa. shutterstock.com
4 Tipe Orang Pemilik Sifat Ceria, Anda Salah Satunya?

Memiliki sifat ceria memberi berbagai keuntungan.


Apakah Kelewat 'Pede' Memberikan Kesan Sombong?  

8 Januari 2017

Ilustrasi wanita karir dengan penuh percaya diri. shutterstock.com
Apakah Kelewat 'Pede' Memberikan Kesan Sombong?  

Memiliki rasa kepercayaan diri memang penting, tapi...