Seperti apa pilihan fashion Ira Koesno?
Untuk busana sehari-hari, saya lebih suka pakai celana panjang ketimbang rok, karena lebih leluasa bergerak. Warna pakaian favorit adalah hitam, merah, dan putih. Ada juga warna coklat karena netral.
Gara-gara sebagian besar baju saya warnanya itu, Ibu sampai bilang, ‘bajumu kayak enggak ganti ya nduk’. Jadi, kalau saya pakai baju dengan warna selain itu, pasti langsung digodain, ‘cie… cie... baju baru’. Entah kenapa saya tidak suka warna biru –yang cenderung disukai banyak orang. Saya akui biru itu warna yang bagus dan saya mencoba menyukai.
Terkait warna biru ini, waktu debat kemarin, saya memang menolak pakaian yang disediakan penyelenggara karena warnanya enggak saya banget. Saya dikasih baju luaran warna biru telur asin, dan dalamannya pink. Bukan apa-apa, saya enggak mau bicara di depan dan tergagap-gagap cuma karena enggak nyaman.
Nah, pilihan warna busana penting saat debat karena dilarang punya preferensi kepada salah satu pasangan calon. Sedangkan pilihan warna dari saya sudah jelas, putih dan merah enggak bisa. Kalau hitam, itu panggung debat background-nya gelap, jadi enggak boleh. Sebab itu, warna busananya jatuh ke coklat muda.
Saya juga pernah pakai baju yang saya tak sadar kalau itu tidak cocok. Waktu itu saya pede banget pakai baju yang ada polanya untuk memandu sebuah acara. Setelah selesai, bos memanggil saya dan dia bilang, ‘Ira, kamu jangan pernah lagi pakai sesuatu yang bermotif, berpola, secara jelas di badan kamu. Kamu (tampak) kampungan!’.
Saya marah dong ya, kok sampai dikatain kampungan! Tapi saya ngaca lagi, ternyata benar juga. Itu diksi yang tepat sekali. Sampai sekarang saran itu berpengaruh kepada pilihan berbusana. Saya tak bisa mengenakan pakaian yang ada motifnya. Mungkin di orang lain bisa terlihat keren, tapi saya enggak pede.
Sepatu, saya biasa pakai minimal yang tingginya 7 sentimeter. Kalau pakai heels yang lebih tinggi lagi atau yang seperti buat model, saya juga enggak sanggup. Untuk pPilihan aksesoris juga sudah mengikuti umur. Semakin ke sini saya merasa less is more. Jadi, paling pakai cincin saja. Kecuali kalau ada pertemuan khusus, baru saya tambahkan aksesoris yang simple, seperti gelang, kalung, tapi juga bukan yang rame.
Seperti apa karakter makeup Ira Koesno?
Meski kurang intensif mengikuti perkembangan di dunia kosmetik, saya terkadang mencari tahu seperti apa tren makeup saat ini lewat majalah fashion atau Internet. Jangan sampai sekarang bukan zamannya makeup cat eye, saya masih pakai itu. Kan enggak banget. Saya juga enggak pakai jasa makeup artist karena terbiasa dandan sendiri. Tinggal lihat tutorialnya di YouTube.
Dan yang paling penting buat saya adalah kulit bersih. Beberapa kali ketiduran dengan makeup masih menempel, dan di tengah tidur pasti saya bangun karena wajah jadi gatal. Bersihkan, pakai krim malam –itu wajib, lalu tidur lagi.
Mengenai pilihan produk kecantikan kulit, saya punya pengalaman tidak menyenangkan saat menggunakan serum anti-aging. Setelah beberapa kali pakai, saya konsultasi ke dokter kulit, dan kata dia ada bercak-bercak dan kulit jadi tambah gelap. Dokter sampai mengira saya habis liburan ke pantai, padahal tidak. Kalau tidak cocok dengan produk makeup tertentu, reaksinya pada kulit saya biasanya ke perubahan warna, bukan muncul jerawat.
Ira itu paling panik kalau ketinggalan tas kosmetik. Misalnya ditinggal sendirian di pulau, kalau boleh satu saja jangan sampai enggak ada: kotak kosmetik. Di dalamnya ada concealer, lipstik, pelembap bibir, foundation, pinsil alis, sikat alis, maskara, eyeliner, penjepit bulu mata, kuas blush on yang kecil. Tidak ada eye shadow karena sudah pakai eye liner.
Soal budget kecantikan, ya ampun. Ha..ha..ha…
Selanjutnya: Terima kasih Hamid Awaluddin dan Almarhum Nazaruddin Sjamsuddin