TEMPO.CO, Makassar - Bagi perempuan terutama yang masih tinggal di desa, sering keluar rumah bisa membuat cela nama baiknya. Itulah yang dirasakan oleh Nurbaeti, warga Kelurahan Lamalaka, Kecamatan Bantaeng, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan.
Sejak aktif berorganisasi, Nurbaeti kerap mengikuti berbagai pelatihan dan acara yang terkadang memakan waktu sehari penuh. Padahal, dia sangat senang berorganisasi karena mendapatkan ilmu dan wawasan. "Saya juga bisa memperoleh tambahan pendapatan buat keluarga," ucap ibu tiga anak tersebut kepada Tempo.
Masyarakat di sekitarnya, menurut Nurbaeti, awalnya tak tahu jika dia aktif berorganisasi di Yayasan Jalarambang Indonesia (Yajalindo) sejak 2004. Beragam rintangan dihadapi, mulai dari keluarga hingga lingkungan sekitar. Stigma negatif mulai didengar oleh Nurbaeti.
Awalnya Nurbaeti cuek saja. Namun lama-kelamaan dia tak tahan dan berpikir bagaimana cara meyakinkan mereka kalau kegiatan yang dijalaninya positif. "Pekerjaan saya akhirnya dipertanyakan juga oleh keluarga karena banyak waktu yang tersita untuk organisasi," ujarnya.
Setelah mengantongi uang yang cukup, Nurbaeti kemudian membeli ponsel dengan fitur kamera. Dari situ, dia mendokumentasi semua kegiatan yang dilalalui sepanjang hari. "Sampai di rumah, saya perlihatkan kepada suami dan keluarga besar, apa saja yang telah saya lakukan sekaligus memberikan pemahaman," ujarnya Nurbaeti.
Senada dengan Nurbaeti, Nuzulia Hidayah warga Kelurahan Letta, Kecamatan Bantaeng Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, memang banyak rintangan bagi para ibu ketika mulai berorganisasi. "Saya keluar pagi, pulang malam, jalan mensosialisasikan berbagai program menggunakan biaya sendiri," kata kader Koalisi Perempuan Indonesia kelahiran Bantaeng 1 September 1977, itu.
Nuzulia Hidayah aktif mengajak perempuan untuk berorganisasi dan 'melek' akan hak-hak mereka. (TEMPO/Didit Hariyadi)
Berbagai konsekuensi mengelola organisasi pun diterimanya. Mulai dari jam kerja yang tidak teratur, sampai menjadi pergunjingan masyarakat. "Apalagi kalau pulang malam, saya biasa dicap wanita negatif. Tak jelas kerjanya apa?," ucap Ibu tiga anak ini.
Selain itu, perempuan yang terlalu kritis kerap tak disukai oleh sejumlah aparat desa, meski mungkin petugas pemerintah itu juga seorang wanita. Meski begitu, menurut Nuzulia, semua tantangan yang dia hadapi adalah pembelajaran dan motivasi. Dia juga terus mengingatkan kepada teman- temannya agar jangan mencari hidup di organisasi. "Tapi kita bisa hidup dengan berorganisasi," katanya.
DIDIT HARIYADI
Berita lainnya:
Rahasia Jokowi, Mengapa Suka Menteri Perempuan
Siti Retnanik, `Bidan` Pengusaha Perempuan Kepercayaan Risma
Iim Fahima Kampanye Queenrides, Peduli Pengendara Perempuan