TEMPO.CO, Jakarta – Menjual barang bekas kini sudah lazim dilakukan. Uniknya, barang bekas yang dijual tidak lagi terbatas pada barang-barang mewah, seperti mobil, gawai, atau peralatan elektronik. Barang-barang yang sifatnya lebih pribadi, seperti baju, sepatu, aksesori, dan mainan anak, turut menjadi sasaran untuk diuangkan kembali.
Salah satu tanda fenomena ini adalah menjamurnya aneka toko online, situs, ataupun media jual-beli.
Baca Juga:
Mungkin sebagian dari kita antusias terhadap hal tersebut. Lumayan, kan, bisa dapat uang dari hasil menjual barang-barang yang sudah tak terpakai, sekaligus merapikan isi dan perabotan rumah.
Namun tak sedikit pula orang merasa terlalu sayang terhadap barang-barang yang ada di rumahnya. Akhirnya rumah penuh dengan barang-barang tidak terpakai dan berantakan di sana-sini.
Tentu hal ini sangat mengganggu, bahkan pada segala aspek kehidupan. Minimal, mengalami stres karena setiap hari harus melihat rumah yang tidak rapi.
Baca Juga:
Lantas, mengapa ada orang yang begitu sulit melepas barang-barang yang sudah tak terpakai? Bukankah dengan melepas akan sedikit berkurang kekacauan penyebab stres di rumah?
June Saruwatari, seorang pakai gaya hidup sekaligus penulis buku Behind the Clutter: Truth. Love. Meaning. Purpose. (2015), punya jawabannya.
“Anda memegang sesuatu berdasarkan harapan,” kata Saruwatari.
Misalnya, Anda punya pakaian yang sudah tak muat dipakai, tapi Anda tetap menyimpannya dengan harapan suatu hari tubuh Anda kembali langsing, sehingga pakaian itu dapat dipakai lagi.
Namun, ketika ternyata hal itu tidak terjadi, Anda akan merasa buruk hingga berujung pada stres.
“Lalu butuh berapa banyak barang lagi untuk membuat Anda semakin merasa buruk? Butuh berapa banyak barang lagi sebelum itu mulai mengontrol hidup Anda?” ujar June.
Berita lainnya:
Sambut 2017, Shafira Hadirkan Sulam Bordir Sumatera Barat
Tidur, Makan Pedas, dan Sarapan Bagus untuk Metabolisme
Agar Tak Tersulut Emosi saat Berargumen dengan Pasangan