TEMPO.CO, Jakarta - Meskipun sudah banyak orang tua yang tahu dan sadar akan bahaya gawai (gadget) bagi anak, tapi sebuah survei yang dilakukan Asian Parent mengungkapkan fakta yang mengejutkan: 99 persen anak main gawai di rumah.
Hasil survei juga mengungkap bahwa 71 persen anak main saat bepergian, 70 persen bermain di rumah makan, 40 persen bermain di rumah teman, dan 17 persen bermain di sekolah.
Psikolog keluarga, Astrid WEN, menjelaskan tidak bisa dipungkiri anak sekarang lahir di era digital, sehingga bukan hal yang mengherankan jika mereka sudah kenal gawai sejak bayi.
Penelitian yang pernah dilakukan mahasiswa psikologi Universitas Indonesia melihat preferensi orang tua memilih alat permainan anak pada tahun 2012 di Jakarta. Ternyata, sebagian orang tua memberikan gawai kepada anak karena ingin anaknya jadi pintar. “Gadget dijadikan pilihan pertama, disusul lego, balok-balok konstruktif, puzzle, dan lain-lain. Mainan seperti boneka handuk yang lembut yang membantu mengatasi kecemasan anak, justru tidak favorit dan menjadi pilihan terakhir orang tua,” kata wanita yang juga menjadi pendiri PION Clinition dan inisiator Theraplay Indonesia ini pada Kamis, 24 November 2016.
Fenomena ini, katanya, juga terjadi secara global. Meskipun Internet addiction belum dikenal di Indonesia, tapi di negara maju masalah ini sudah dianggap sebagai ancaman serius bagi masa depan anak-anak. Bahkan di Inggris, biaya terapi untuk mengatasi kecanduan gawai sangat mahal, bisa mencapai 28 ribu pound sterling.
“Jadi intinya mencegah itu menjadi solusi lebih baik dan dilakukan sejak dini. Emang gadget untuk anak itu berbahaya banget? Sebenarnya gak juga sih” ujarnya.
Dia menambahkan, anak mengenal gawai boleh saja, hanya saja ada dua aspek yang harus dipertimbangkan, yaitu konten (pornografi, kekerasan) dan waktu atau durasinya. Kebanyakan anak menghabiskan waktu bermain gawai berjam-jam sehingga mengorbankan waktu untuk melakukan eksplorasi khas anak-anak, misalnya bergerak, berlari, dan berinteraksi dengan orang sekitar.
“Anak-anak yang main gadget secara intens berjam-jam umumnya tidak memperhatikan orang lain di sekitarnya, padahal ini sangat penting untuk perkembangannya,” ujar Astrid.
Jadi, katanya, persepsi orang tua yang beranggapan anak akan menjadi lebih pintar karena terbiasa menggunakan gawai tentu adalah hal yang salah.
Berita lainnya:
Indoor Cycling, Bersepeda dengan Atmosfer Klub Malam
Manfaat Pepaya Bagi Kesehatan dan Mencegah Obesitas
7 Kisah Wanita Inspiratif Dunia dalam Meraih Kesuksesan