TEMPO.CO, Jakarta - Banyak orang masih merasa risi, malu, bahkan tabu untuk datang ke psikolog. Ada kekhawatiran dianggap gila jika berurusan dengan psikolog. Terapis di Biro Konsultasi Psikologi Westaria, Anggia Chrisanti mengatakan konselor dan psikolog merupakan profesi yang berbeda dengan dokter jiwa atau psikiater.
"Psikolog melakukan layanan seperti assessment, konseling, intervensi berupa training atau pelatihan, dan intervensi berupa psikoterapi," ujar Anggia. Assessment biasanya berupa tes kepribadian (psikotes) untuk kebutuhan pendidikan (minat dan bakat), industri organisasi (rekruitmen, promosi, job analysis, dan lain-lain), dan klinis.
Sementara konseling adalah sebuah tahap pendekatan dengan posisi psikolog tidak lebih tinggi atau lebih tahu dari klien. "Dalam konseling klien diminta menceritakan permasalahannya. Nah, konselor kemudian bertindak sebagai fasilitator agar klien dapat mengurai permasalahan yang biasanya dianggap ruwet untuk menggugah klien menemukan jawaban atau solusinya (insight)," kata Anggia.
Setelah itu, barulah dilakukan intervensi, misalnya berupa training atau pelatihan dan psikoterapi. Jenis psikoterapi sangat beragam. Secara garis besar, Anggia menjelaskan, psikoterapi dianggap sebagai jalan pintas untuk membantu klien menyelesaikan masalahnya, baik berupa keluhan fisik, psikis, dan perilaku.
Satu hal lagi yang perlu diingat, menurut dia, dalam psikoterapi sama sekali tidak ada penggunaan obat-obatan. "Ini yang kebanyakan orang masih salah sangka," ucap Anggia. "Psikolog tidak memberikan (maupun rujukan) penggunaan obat. Itu hanya dilakukan oleh psikiater."
Nah, untuk mengetahui apakah seseorang membutuhkan bantuan psikolog atau tidak, berikut ini indikasinya:
1. Ketika merasa membutuhkan saran. Misal, ketika berhadapan dengan beberapa pilihan hidup yang sulit dan rumit.
2. Ketika merasa terjebak dalam masalah yang berlarut, cenderung bertambah panjang, dan semakin kompleks. Baik masalah pribadi (tanpa melibatkan orang lain) maupun konflik yang melibatkan orang lain.
3. Ketika merasa tidak nyaman dengan diri sendiri. Antara lain mudah cemas, gampang sedih, marah, mudah kecewa, merasa diabaikan, merasa diperlakukan tidak adil, merasa hilang kendali, tegang, tersiksa dengan keadaan atau tidak berdaya, merasa putus asa, dan lain-lain.
4. Ketika merasa kondisi pada nomor 3 berlangsung terus-menerus hingga sehingga hilang kendali.
5. Ketika merasa telah mencoba menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapi namun belum menemukan jalan keluar.
6. Ketika secara emosional semakin merasa kesepian dan secara sosial merasa terasing.
7. Ketika merasa butuh dukungan dan/atau bantuan dari lingkungan terdekat (seperti keluarga atau teman) namun tidak mendapatkan jalan keluarnya karena memang mereka tidak bisa atau Anda tidak cukup percaya kepada mereka. Bahkan saat Anda merasa jika melibatkan orang terdekat malah membuat persoalan semakin rumit.
8. Ketika merasa orang di sekitar membutuhkan bantuan, namun Anda tidak cukup objektif dan solutif, maka bisa menyarankan seseorang untuk datang ke psikolog. Misal, orang tua menghadapi masalah anak (dalam pergaulannya, pendidikannya, pilihan hidupnya, dan lain-lain), teman kepada teman lainnya, sesama rekan kerja, dan lain-lain.
Berita lainnya:
Tipe Rekan Kerja yang Bikin Anda Jengkel
Awas Cewek Matre Mengintai, Ketahui Ciri-cirinya
3 Tip Turunkan Berat Badan dari Dokter Spesialis Gizi