Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Peran Penting Dokter Keluarga dalam Mencegah Alergi Anak

image-gnews
REUTERS/Rupak De Chowdhuri
REUTERS/Rupak De Chowdhuri
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Perubahan pola kehidupan masyarakat modern membuat angka penyakit alergi semakin meningkat dari tahun ke tahun, terutama kasus alergi pada anak. Data World Allergy Organization (WAO) dalam The WAO White Book on Allergy: Update 2013 menunjukkan bahwa angka prevalensi alergi mencapai 10-40 persen dari total populasi dunia.

Risiko alergi yang meningkat ternyata belum diikuti dengan  pemahaman serta penanganan yang tepat dari orangtua. Menurut DR. dr. Sulistiawati, M.Kes., Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat – Kedokteran Pencegahan, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, selama ini masih banyak orang tua yang belum memahami cara mengenali gejala alergi yang tepat tetapi mencoba mengambil solusi sendiri.

"Untuk itulah dibutuhkan penyuluhan mengenai alergi yang berkelanjutan dan komprehensif, yang mudah dipahami, sehingga orang tua dapat mengenali serta menangani risiko alergi dengan tepat agar anak tetap bisa tumbuh dan berkembang secara optimal dan kualitas hidup anak tetap terjaga,” ujarnya.

Terkait dengan edukasi yang berkelanjutan dan komprehensif, dokter keluarga memiliki peranan yang sangat penting karena berada di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat satu sehingga banyak masyarakat yang bisa terpapar tentang penyuluhan dan penanganan yang tepat oleh dokter keluarga.

Prof. DR. dr. Budi Setiabudiawan, SpA(K), M.Kes., Konsultan Alergi Imunologi Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, menjelaskan alergi merupakan bentuk reaksi sistem kekebalan tubuh terhadap sesuatu yang dianggap berbahaya walaupun sebenarnya tidak.

"Ini bisa berupa substansi pemicu alergi atau alergen yang masuk atau bersentuhan dengan tubuh. Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko alergi pada anak, yaitu riwayat alergi pada keluarga, kelahiran cesar, makanan tertentu, atau sesuatu yang terhirup seperti polusi udara dan asap rokok,” ujarnya

Dari berbagai faktor, makanan merupakan pemicu alergi yang paling sering dialami oleh anak. Sekitar 20 persen anak pada satu tahun pertama mengalami reaksi terhadap makanan yang diberikan. Secara global, 240 – 550 juta orang berpotensi menderita alergi makanan.

Alergi makanan secara signifikan mempengaruhi kualitas hidup penderita, terutama pada anak-anak. Dampak alergi tersebut bisa mempengaruhi kualitas hidup anak, seperti terbatasnya aktivitas belajar, bermain, sulit konsentrasi, hingga sulit tidur.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Allergy & Asthma Foundation of America menyatakan bahwa alergi susu sapi merupakan salah satu alergi makanan yang paling banyak terjadi pada anak-anak. Studi di beberapa negara di seluruh dunia menunjukkan prevalensi alergi susu sapi pada anak-anak di tahun pertama kehidupan sekitar 2-5 persen.

Indikator paling tepat untuk deteksi dini alergi adalah melalui riwayat keluarga, karena alergi bersifat genetik. Pada kedua orang tua yang memiliki riwayat alergi dan memiliki manifestasi yang sama, anak akan berisiko 60-80 persen terkena alergi. Bahkan pada orang tua yang tidak memiliki riwayat alergi, anak tetap memiliki risiko alergi sebesar 5-15 persen.

Pemberian nutrisi yang optimal pada awal kehidupan dapat mengurangi risiko alergi karena anak dengan alergi dapat berkembang secara optimal dengan didukung nutrisi yang tepat. ASI merupakan yang terbaik bagi bayi dan anak yang mengalami alergi.

Lebih lanjut, dijelaskan oleh Prof. DR. dr. Budi Setiabudiawan, SpA(K), M.Kes, apabila anak terdiagnosis alergi protein susu sapi, ASI harus tetap diberikan, namun Ibu harus mengeliminasi susu sapi dan produk turunannya dalam diet sehari-hari, contohnya seperti sup krim, puding dengan saus susu, panekuk, dan lain sebagainya.

"Segera konsultasikan dengan dokter anak mengenai asupan nutrisi serta  penanganan untuk anak. Selama masa perawatan, asupan nutrisi anak harus menghindari protein susu sapi dan diberikan protein terhidrolisa ekstensif, protein asam amino bebas, atau isolate protein soya sebagai alternatif nutrisi,” jelasnya.

BISNIS

Artikel lain:
Hati-hati, Membawa Tas Berat Bisa Bikin Pusing  
Dampak Flu pada Ibu Hamil bisa Membahayakan Janin
Anda Sering Mual? Jangan Anggap Remeh Penyebabnya

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Ketahui Penyakit Genetik, Pentingnya Tahu Riwayat Kesehatan Keluarga

18 Oktober 2022

Ilustrasi diabetes. Freepik.com
Ketahui Penyakit Genetik, Pentingnya Tahu Riwayat Kesehatan Keluarga

Setengah dari gen anak berasal dari orang tua biologis. Kadang adanya mutasi gen mengindikasi kemungkinan risiko memiliki penyakit genetik. Apa saja?


Anak Sulit Makan Sayur dan Buah? Ikuti Tips Mudah Ini

1 Juli 2019

Sekotak sayuran dipajang di kebun seluas 900 meter persegi di atap pusat pemilahan pos,  di Paris, Prancis, 22 September 2017. Kebun ini menanam buah-buahan, sayuran, tanaman aromatik dan obat-obatan. REUTERS/Charles Platiau
Anak Sulit Makan Sayur dan Buah? Ikuti Tips Mudah Ini

Apakah Anda sulit makan buah dan sayur? Lakukan berbagai tips mudah ini agar kebutuhan gizi anak Anda terpenuhi.


Saran Ahli Gizi agar Anak Terhindar dari Stunting

2 November 2018

Ilustrasi anak mengukur tinggi badan. answcdn.com
Saran Ahli Gizi agar Anak Terhindar dari Stunting

Menurut pakar gizi, pemerintah dan seluruh elemen masyarakat, perlu bekerja sama untuk menurunkan angka stunting.


Rumah Sedang Direnovasi, Perhatikan Kesehatan Anak-anak

8 Mei 2018

Ilustrasi pasangan mengecat rumah. shutterstock.com
Rumah Sedang Direnovasi, Perhatikan Kesehatan Anak-anak

Rumah yang sedang direnovasi sudah pasti kotor serta penuh debu dan zat kimia berbahaya. Lindungi anak-anak, jangan sampai kesehatan mereka terganggu.


Tanda Anak Keracunan Zat Berbahaya di Rumah dan Kiat Mengatasi

4 Maret 2018

Ilustrasi Keracunan
Tanda Anak Keracunan Zat Berbahaya di Rumah dan Kiat Mengatasi

Jauhkan bahan-bahan pembersih di rumah yang mengandung zat berbahaya. Kenali tanda anak keracunan zat tersebut.


Alasan Anak Tak Boleh Hanya Sarapan Buah dan Sayur

4 Maret 2018

Ilustrasi anak makan buah dan sayur. Shutterstock
Alasan Anak Tak Boleh Hanya Sarapan Buah dan Sayur

Menurut dokter, anak tidak dianjurkan hanya sarapan buah dan sayur karena tidak mengandung karbohidrat.


Anak Juga Butuh Pusat Kebugaran Khusus, Ini Saran Dokter

11 Januari 2018

Ilustrasi anak obesitas berolahraga. Kevin Frayer/Getty Images
Anak Juga Butuh Pusat Kebugaran Khusus, Ini Saran Dokter

Semakin banyak saja pusat kebugaran untuk anak dan menurut dokter anak memang butuh banyak beraktivitas.


Manfaat Menyusui buat Ibu dan Bayi, Cegah Obesitas sampai Kanker

14 Desember 2017

Ilustrasi Ibu menyusui. Shutterstock
Manfaat Menyusui buat Ibu dan Bayi, Cegah Obesitas sampai Kanker

Manfaat menyusui bagi kesehatan sangat besar, bukan saja untuk bayi tapi juga ibunya.


Anak Lesu dan Pucat, Waspadai Gejala Anemia

23 November 2017

Ilustrasi anak sakit. Shutterstock
Anak Lesu dan Pucat, Waspadai Gejala Anemia

Perhatikan anak Anda, bila terlihat pucat, lemas, dan lesu, bisa jadi ia mengalami anemia.


Kecoak dan Bulu Kucing Biang Kerok Asma? Ini Kata Dokter

26 September 2017

Kucing bernama Sam ini memiliki bulu berwarna hitam yang mirip alis. Sepintas ia terlihat seperti karakter kartun yang lucu. Berikut sejumlah kucing dengan corak bulu yang lucu dan unik. Boredpanda.com
Kecoak dan Bulu Kucing Biang Kerok Asma? Ini Kata Dokter

Kecoa itu alergen, bahan yang menyebabkan serangan asma. Kalau kecoak mati kan berterbangan kulit-kulitnya. Lalu?