TEMPO.CO, Jakarta - Banyak hal yang bisa menyebabkan trauma pada anak. Baik kejadian kejahatan, terorisme, maupun kecelakaan. Orang tua jangan mengabaikan trauma pada anak. Trauma yang berkepanjangan bisa berdampak negatif bagi anak. Kenali gejala anak yang mengalami trauma.
Memang, tidak semua anak menunjukkan perilaku yang sama dalam menghadapi kejadian traumatis. Ada yang menunjukkan gejala trauma berupa avoidance, yakni menghindari segala sesuatu yang berkaitan dengan trauma yang ia alami atau dengar. Misalnya, tidak mau melewati jalan di lokasi terjadinya aksi teror.
Gejala lain adalah reexperiencing, mengingat atau mengulang kejadian yang sudah berlalu. Lalu, gejala hyper arousal atau ketergugahan fisik yang berlebihan. Misalnya, takut mendengar balon meletus atau suara keras.
“Apabila anak mengalami gejala perubahan perilaku yang berlebihan harus ditangani profesional. Tentu orang tua lebih tahu apakah anak mengalami regresi atau kemunduran. Misalnya, setelah kejadian, anak yang awalnya tidak mengompol jadi mengompol, tadinya tidak menempel sama orang tua sekarang menempel terus, ada gangguan konsentrasi belajar, dan sebagainya,” kata Nathanael dalam sebuah diskusi di Jakarta.
Sebaliknya, menurut dia, gejala anak trauma juga bisa memperlihatkan anak lebih agresif dari biasanya. “Orang tua bisa mendeteksi lebih dini perubahan perilaku anak,” ujarnya.
Apabila anak sudah terlepas dari trauma, perilaku pun kembali seperti kondisi normal. “Anak yang sudah lepas trauma, kembali bisa bermain, bersekolah, bergaul, juga berinteraksi dengan orang tua seperti kondisi normal,” tutup Nathanael.
Berita lainnya:
Tip Mengatasi Rasa Takut pada Anak
Tip Atasi Takut Serangga pada Anak
Ada Makanan Itu, Aku Takut!