TEMPO.CO, Jakarta - Ritual makan bagi Guster Sihombing, 23 tahun, tak seperti orang kebanyakan. Bila umumnya orang makan tiga kali sehari, ia bisa bersantap sampai lima kali. Menunya pun tak seimbang, mulai dari bubur ayam, bakmi, dan sate, tanpa sayur sedikitpun. “Selalu ingin makan meski tak lapar,” kata pegawai swasta ini di Palmerah, Jakarta Barat pada Rabu, 19 Oktober 2016.
Suami Selingkuh, Harus Bagaimana?
Pola makan seperti yang dialami Guster disebut food craving alias kecanduan makan. Ini adalah gejala mengkonsumsi jenis makanan tertentu yang tak berhubungan dengan kebutuhan tubuh. Biasanya dipengaruhi berbagai faktor, misalnya emosional, hormonal, dan proses biokimia tubuh.
Baca Juga:
Menurut Grace Judio-kahl, dokter cum praktisi gaya hidup sehat, bentuk food craving yang umum ditemui selain intensitas makan yang berlebih adalah makan cemilan di waktu senggang. “Lambat laun menjadi kebiasaan makan yang tak sehat,” Grace menjelaskan saat diskusi bertajuk “Siasati Food Cravind dan Carbohydrate Addiction” di Senopati.
Celakanya, kata Grace, kebiasaan ngemil bisa memicu konsumsi berlebih pada bahan makanan yang bersifat adiktif, seperti gula, garam, lemak, gandum, dan kafein. Asupan itu masuk ke tubuh bukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan energi, tapi merangsang otak untuk mengaktifkan sensasi kenikmatan. “Penelitian menyebut gula bisa seadiktif kokain,” tutur dokter lulusan University of Tubingen, Jerman ini.
Soal gejala kecanduan ini, Grace menyebut masyarakat Indonesia tanpa sadar mengalami adiksi pada karbohidrat. Ia sering mendengar ungkapan bahwa belum kenyang bila tak makan nasi. Di lain sisi karbohidrat pada nasi bisa memicu obesitas.
Ia menyarankan agar masyarakat menerapkan pemeriksaan diri mandiri saat lapar. Hal ini membiasakan tubuh mengenali sumber rasa lapar. Kata Grace, ada rasa lapar yang dipicu oleh rangsangan visual, bau, dan otak. Nah, aktivitas makan yang ideal dipenuhi ketika rasa lapar timbul karena perut yang kosong, bukan dipicu tiga rangsangan tersebut.
Bila tak bisa mengontrol hasrat makan, seseorang bisa terserang penyakit akibat gaya hidup tak sehat, misalnya jantung, obesitas, dan diabetes. “Penyakit-penyakit itu adalah silent killer,” kata Dyah Erti, Kepala Sub Direktorat Pengendalian Penyakit Diabetes, Kementerian Kesehatan.
Bukan tanpa sebab Dyah menyebut penyakit jantung dan diabetes sebagai pembunuh. Faktanya penyakit tidak menular merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
Agar terhindar dari penyakit itu, Yuda Bustara, juru masak profesional, memberi saran penyajian menu makan untuk mengantisipasi kecanduan makanan yang berujung pada penyakit. Ia menjelaskan banyak bahan makanan selain nasi yang bisa diolah untuk sarapan atau makanan pendamping.
Yuda, lulusan Taylor’s College, Malaysia ini mengatakan bahan seperti oat, buah segar, dan yoghurt bisa diblender untuk mendapatkan menu sarapan alternatif. “Nutrisinya lengkap karena memperoleh protein, karbohidrat, dan vitamin sekaligus,” kata koki berusia 29 tahun tersebut.
RAYMUNDUS RIKANG
Berita lainnya:
Trik Atasi Dampak Kurang Tidur
Wow, Ternyata Banyak Orang Tetap Bekerja saat Liburan
Banyak Perempuan di Bawah Umur yang Terlalu Diberdayakan