TEMPO.CO, Jakarta - Di era media sosial ini, para ibu berlomba menampilkan cara memberi makan terbaik untuk anak. Ada yang menggunakan metode baby lead weaning atau membiarkan bayi memakan sendiri makanannya, ada pula yang memamerkan aneka kreasi pure buah dan sayuran untuk menu makanan si kecil.
Foto si anak yang sedang lahap menghabiskan semangkuk makanannya juga tak lupa diunggah. Di sisi lain, ada ibu-ibu yang hanya bisa menatap iri karena anak-anak mereka mengalami GTM atau gerakan tutup mulut.
GTM bisa terjadi akibat berbagai faktor, salah satunya karena kesalahan cara memberi makan. Apalagi, banyak beredar mitos soal makanan anak di kalangan ibu. Sebagai panduan, kenalilah lima kesalahan umum dalam memberi makan anak.
1. Anak harus makan sampai habis
Tidak perlu! Apalagi sampai memaksakan dengan segala cara agar makanan masuk ke dalam mulut. Pemaksaan hanya akan menimbulkan trauma. Bagaimana pun kita harus membuat acara makan menyenangkan bagi anak. Biarkan anak makan sampai ia merasa cukup. Fokusnya memberikan makanan sehat.
“Peran ibu adalah menyediakan makanan sehat untuk dipilih anak, tetapi mereka tidak harus menentukan seberapa banyak porsi yang harus dihabiskan anak,” catat Maggie Moon, RD, ahli gizi sekaligus penulis buku The Elimination Diet Workbook yang berbasis di Los Angeles, Amerika Serikat.
2. Sayuran harus disembunyikan
Bisa saja, jika tujuan Anda hanya membuat anak makan sayur. Namun jika terus disembunyikan, anak tidak akan pernah tertarik pada sayuran. Buatlah anak tertarik pada sayuran dengan menampilkannya dengan cara unik, seperti meniru bento box atau kotak bekal makan ala orang Jepang yang mengkreasikan sayuran dengan bentuk yang menarik. Jangan lupa, ceritakan khasiat masing-masing sayuran bagi kesehatan agar anak makin penasaran.
3. Makanan anak harus “bersahabat”
Ketika anak sudah memasuki 1 tahun, kita tidak perlu lagi menyiapkan pure dan makanan bebas gula garam. Anak sudah harus mulai belajar soal rasa dan tekstur makanan. Masaklah satu masakan untuk keluarga.
“Anak-anak makan apa yang saya makan. Saya memasak satu menu masakan untuk sekeluarga,” ujar Kathy Siegel, RD, konsultan komunikasi nutrisi yang memperoleh gelar Magister Komunikasi Kesehatan dari Universitas Boston.
Ia menyarankan ibu agar tidak melulu memasak makanan seperti nugget ayam, brokoli kukus, atau makaroni dan keju berulang-ulang khusus untuk anak. Biarkan anak bereksplorasi dengan rasa dari aneka masakan, agar ia semakin menikmati sensasi makan.
4. Bayi hanya melahap makanan yang diblender
Bayi harus melewati periode belajar mengunyah sebelum usia 1 tahun. Jika terus diberikan makanan halus, periode belajar mengunyah bisa terlewat dan terbawa hingga dewasa.
Ada anak tetangga yang sudah masuk TK tapi belum bisa mengunyah. Untuk menghindarinya, tingkatkanlah tekstur makanan anak secara berkala, mulai dari bubur saring, bubur, nasi halus, hingga nasi biasa. Perkenalkan sebanyak mungkin rasa dan tekstur makanan kepada bayi yang baru belajar makan, agar mereka mudah beradaptasi dengan rasa makanan ketika dewasa.
5. Sebaiknya mengonsumsi buah dalam bentuk jus
Jus memang lebih mudah dikonsumsi anak, terutama bayi. Namun untuk memaksimalkan gizi dari buah, berikanlah buah potong pada anak. Jus buah mengandung lebih banyak kalori dan menyusutkan kandungan serat pada buah.
Sebagai perbandingan, dalam satu buah apel ukuran sedang terkandung 4,4 gram serat, 19 gram gula, dan 95 kalori. Sementara dalam satu cangkir jus apel terdapat 0,5 gram serat, 24 gram gula, dan 114 kalori. Berikanlah jus hanya sebagai variasi agar anak tidak bosan. Anak biasanya juga senang menggigit-gigit buah sebagai pengganti dot ketika gusinya gatal karena tumbuh gigi.
Artikel lain:
Memijat Bayi dengan Minyak Bisa Sebabkan EksimOrang Tua Harus Kritis terhadap Iklan Makanan untuk AnakSstt, Anak Kecil Tak Perlu Konsumsi Gula Berlebih