TEMPO.CO, Jakarta - Ketika dokter memvonis buah hati mengalami disabilitas, dunia rasanya seperti berakhir. Orang tua mana yang tidak pedih hatinya melihat perkembangan sang anak terganggu atau tidak memiliki kemampuan tertentu.
Namun, sebagai orang tua, Anda tentu tidak boleh terus-menerus bersedih, menyerah, dan berputus asa. Peran ayah dan ibu sangat penting untuk tetap memotivasi anak menjadi pribadi mandiri.
Saat Anda mendapati fakta si buah hati mengalami disabilitas, apa yang harus dilakukan? Dan kapankah anak dengan disabilitas diizinkan untuk belajar di sekolah umum?
Menjawab dua pertanyaan tersebut, Wakil Kepala Sekolah Bimbingan dan Konseling SLB Negeri A Bandung, Muftiah Yulismi S.Psi. mengatakan, prinsip dasar pembelajaran anak adalah kesiapan untuk menjadi mandiri. Mandiri yang dimaksud misalnya, tidak mengandalkan orang lain 100 persen. Anak-anak berkebutuhan khusus pun bisa memperlihatkan kemandirian.
“Anak tuna daksa misalnya, memakai kursi roda dan BAB sendiri. Namun, akses ke kamar mandi diantar asisten atau teman sekolah. Secara tumbuh kembang, setiap anak adalah sama, baik disabilitas atau nondisabilitas. Dikatakan mampu jika ia bisa merampungkan sebuah tugas dengan baik,” terang Muftiah.
Ketika anak sudah mandiri, orang tua tidak perlu ragu menyekolahkan buah hati mereka yang berkebutuhan khusus ke sekolah umum. Masalahnya, mayoritas orang tua malu ketika putra-putri mereka yang disabilitas bersekolah di sekolah umum. Mereka juga khawatir anak-anak mereka diejek atau takut tidak bisa mengikuti perkembangan anak-anak lainnya.
Tidak ada teori spesifik yang menyebut berapa usia idealnya anak berkebutuhan khusus bisa disekolahkan di sekolah umum. Di sini, peran penting orang tua dalam mencermati perkembangan aspek kemandirian putra putri mereka menjadi penting. Adalah wajar jika orang tua khawatir anak mereka tak bisa mengikuti pelajaran di sekolah umum. Namun, orang tua patut mempertimbangkan manfaat yang didapat anak disabilitas saat belajar di sekolah umum.
Keberagaman dan murid yang berjumlah banyak sebenarnya efektif menopang tumbuh kembang anak. Kondisi tersebut merangsang proses anak bersosialisasi mengingat fungsi sekolah yang utama, mengembangkan kecerdasan sosial. Bukan kecerdasan intelektual semata.
“Kecerdasan berbahasa dan kecerdasan berinteraksi. Itu alasan mengapa anak-anak disabel yang tidak mengalami hambatan komunikasi, hambatan perilaku berat (seperti down sindrom atau Attention Defisit Disorder) boleh ikut sekolah umum. Teman-teman sebaya dan guru bisa menjadi sahabat terbaik mereka. Empati bisa terbangun dengan membantu anak disabilitas,” ujar Muftiah.
Bagi orang tua yang memiliki putra-putri berkebutuhan khusus, Muftiah memberikan lima hal yang patut diindahkan:
1. Disabilitas bukan penyakit melainkan ketidakmampuan terhadap suatu hal. Misalnya, anak disebut tuna netra. Berarti, ia tidak mampu melakukan satu hal yakni melihat. Tetapi apakah kemudian ia tidak boleh bersekolah? Salah. Yang harus dilakukan orangtua: mengintervensi untuk meminimalkan hambatan. Anda bisa mengintervensi dengan menuntun anak ke ruang kelas. Itu bisa dilakukan oleh orang tua atau pihak sekolah
2. Pikirkan bagaimana anak Anda harus hidup dan tetap bisa berinteraksi di lingkungan sosial. Kenali hambatan yang dialami anak. Kalau tuna netra, maka ia mengalami hambatan visual. Si kecil kesulitan beradaptasi dan melakukan mobilitas. Pikirkan terapi yang tepat untuknya.
3. Tanamkan pada diri sendiri bahwa Anda tidak sendiri. Ada pihak sekolah yang bersedia membantu memfasilitasi anak mengatasi kelemahannya. Ada ahli terapi orientasi mobilitas, terapi okupasi agar si kecil tidak limbung serta bisa berdiri tegak, terapi ADL (Activity Day Learning atau aktivitas keseharian) dan masih banyak lagi.
4. Jadilah “penyelam”. Maksudnya selamilah perkembangan anak. Catat kemajuannya bahkan jika perlu setiap hari terkait apa yang bisa dilakukannya pada hari itu.
5. Ada dua hal terlarang yang pantang dilakukan para orang tua. Pertama, percaya bahwa anak Anda tidak bisa apa-apa. Kedua, menyerah.
Berita lainnya:
Si Dia Punya WIL? Perhatikan Ciri-cirinya!
Kapan Sebaiknya Rutin Memeriksakan Kadar Gula Darah?
Pelihara Kesehatan Rambut dengan 3 Makanan Ini