TEMPO.CO, Jakarta - Anti-kemapanan. Itulah jalan hidup yang dipilih Marsha Chikita Fawzi. Animator anak pasangan Ikang Fawzi dan Marisa Haque ini memutuskan menjadi pekerja lepas. Alhasil, perempuan tersebut banyak mengurangi waktunya untuk berkiprah di Monso House. Monso adalah perusahaan start up animasi yang dia dirikan bersama beberapa teman saat sama-sama kuliah di Malaysia.
"Aku sekarang lagi merambah freelance," kata Chiki, begitu ia biasa dipanggil, saat ditemui Tempo di rumahnya di kawasan Bintaro, Tangerang. Pilihan itu diambil karena usaha animasi yang digeluti selama ini jalan di tempat. "Aku mau mulai merambah hal lain. Ada hobi yang ingin aku seriusi."
Saat kembali ke Indonesia, Chiki harus pandai melihat peluang kanan-kiri karena dunia animasi belum bisa diandalkan sebagai sumber rezeki. Ia sadar, animasi di Tanah Air masih susah untuk berkembang.
Ihwal mural, Chiki mengaku bahwa kegiatan tersebut berangkat dari ketidaksengajaan. Awalnya, ia diminta teman yang mengetahui bakat melukisnya untuk melukis di kamar kos saat masih kuliah di Malaysian Multimedia University. "Pulang ke Indonesia, aku diminta bikin mural di kafe milik teman kuliah waktu di Malaysia," ujarnya.
Selepas itu, sejumlah permintaan untuk membuat mural terus berdatangan, termasuk dari pengikut Chiki di Instagram. Jadilah melukis dinding sebagai salah satu sumber pemasukan yang lumayan bagi Chiki. Tak mengherankan jika dia menghabiskan waktunya berhari-hari untuk melukis tembok di kamar, kafe, ataupun ruangan kantor.
Waktunya semakin leluasa untuk menggarap pesanan mural setelah Chiki menjadi pekerja lepas. Mural membuka pintu Chiki untuk bertemu banyak orang, mengenal berbagai karakter, sekaligus semakin membuka ruang relasi dan silaturahmi. Chiki tak mematok harga tetap untuk karya muralnya. "Semuanya fleksibel, bisa dibicarakan, tergantung tempat dan siapa yang minta. Di rumah beda, di kafe beda, di kantor juga beda, tapi masih bisa ditawar," ucapnya.
Saking fleksibelnya, Chiki tak menyangka pekerjaannya pernah dihargai cukup tinggi saat menyegarkan suasana kantor Urban Icon dengan muralnya. Tanpa menyebut nominal tertentu, ia tidak menyangka bakal mendapat bayaran besar. "Kata mereka, harga itu layak aku terima atas karyaku."
Dunia pekerja lepas yang kini dijalani Chiki menorehkan kepuasan. Sebagai seniman, kini ia bisa mengerjakan apa pun sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki. Chiki mengaku tak berminat lagi menjadi pekerja kantoran atau pegawai. "Sekarang saatnya aku berfokus jadi seniman dan entrepreneur," tuturnya.
Berita lainnya:
Diolok-olok `Bego`, Gardini Oktari Melesat Mengukir Prestasi
Terapi Berkuda bagi Anak Autisme
Nila Tanzil, Buku untuk Anak Indonesia Timur