TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 8,8 juta anak Indonesia diketahui menderita stunting atau bertubuh pendek karena kekurangan gizi. Jumlah ini meningkat sebesar 37,2 persen dalam waktu tiga tahun.
"Satu dari tiga anak di Indonesia mengalami stunting. Bahkan, jumlahnya terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun," kata Ahli Gizi Universitas Gadjah Mada (UGM) Hamam Hadi, di Kampus UGM, Yogyakarta, Kamis, 6 Oktober 2016.
Ia mengatakan, angka kejadian stunting di sejumlah daerah, terutama di wilayah Timur Indonesia, seperti NTT, lebih tinggi dibanding angka nasional. Di NTT, lebih dari 50 persen anak menderita stunting.
Menurut dia, persoalan stunting patut menjadi perhatian untuk segera dituntaskan. Pasalnya, tingginya prevalensi anak stunting telah memposisikan Indonesia ke dalam lima besar dunia masalah stunting. "Indonesia menjadi kontributor besar dunia untuk stunting ini," katanya lagi.
Ia menerangkan, stunting merupakan permasalahan gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu lama atau kronis, dan stunting terjadi sejak bayi dalam kandungan karena saat hamil sang ibu kurang mengkonsumsi makanan bergizi.
"Anak pendek ini merupakan gambaran kekurangan gizi kronis yang sebenarnya telah dimulai sejak janin hingga masa pertumbuhan sampai usia dua tahun. Jika pada periode tersebut kurang gizi dampaknya akan sangat signifikan pada kejadian anak pendek," paparnya.
Dampak lainnya kekurangan asupan gizi di masa-masa tersebut, jelas dia, juga dapat meningkatkan kematian bayi dan anak apabila terjadi di usia dini. Stunting, katanya, tidak hanya mengakibatkan tubuh anak yang pendek, tetapi juga mempengaruhi pertumbuhan anak saat dewasa menjadi tidak maksimal.
"Perkembangan mental anak juga menjadi terganggu karena stunting ini. Kemampuan kognitif yang terhambat pada anak kurang gizi ini menyebabkan produktivitas ekonomi mereka menurun sehingga berdampak pada perekonomian nasional," urai Hamam.
Ia menambahkan, akibat kurangnya asupan gizi mengakibatkan rata-rata tinggi anak laki-laki di Indonesia setelah usia dewasa akan mengalami defisit tinggi badan hingga 13,6 cm dibandingkan rujukan organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO). Sementara itu, untuk anak perempuaan akan mengalami defisit tinggi badan 10,4 setimeter dibanding rujukan WHO.
ANTARA
Berita lainnya:
Ukuran Bra Kok Bertambah, Apa Penyebabnya?
Jumat Sore, Ayo Lekas Selesaikan Pekerjaanmu!
Deteksi 7 Gejala Penyakit Berat dan Anda Harus ke Dokter