TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat sering menganggap remeh ketika mengetahui ada orang yang tidur mendengkur. Padahal, mendengkur bisa menjadi pertanda orang tersebut mengalami gangguan sleep apnea, yaitu tersumbatnya pasokan oksigen ke dalam otak dan seluruh tubuh. Gangguan ini biasanya terjadi dalam beberapa detik dan berulang kali.
Sleep apnea umumnya terjadi karena relaksasi dan penyempitan berlebihan pada jaringan lunak dan otot-otot tenggorokan bagian atas. Akibatnya, pangkal lidah jatuh dan menyumbat saluran pernapasan.
Ketika aliran oksigen ke otak tidak memadai, otak akan membangunkan Anda sehingga saluran pernapasan terbuka kembali. "Ketika itu terjadi, penderita sleep apnea biasanya terbangun setengah sadar ketika sedang tidur," kata drg. Cut Yulian F Barley, Staf Kedokteran Gigi Militer di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Ladokgi TNI AL R.E. Martadinata dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo.
Tidak ada angka resmi berapa banyak penderita sleep apnea di Indonesia. Namun sebagai gambaran, menurut The Stanford Center for Sleep Sciences and Medicine, sleep apnea diidap oleh lebih dari 20 juta orang dewasa di Amerika Serikat. Kebanyakan penderita sleep apnea tidak menyadari gangguan pernapasan yang mereka alami. Sebab itu, peran anggota keluarga, seperti suami atau istri, menjadi sangat penting bagi proses penyembuhan gangguan tidur ini.
Cut mengatakan banyak faktor yang menyebabkan seseorang menderita sleep apnea. Mulai dari kelebihan berat badan, usia di atas 40 tahun, ukuran leher yang cenderung besar, mengidap alergi, memiliki bentuk rahang kecil, gangguan sinus hingga faktor genetis. "Secara keseluruhan, pria memiliki resiko terkena sleep apnea lebih besar dibanding wanita," katanya.
Namun demikian, Cut melanjutkan, tidak selamanya orang yang mendengkur pasti menderita sleep apnea. Apabila suara yang ditimbulkan oleh dengkuran dirasa cukup keras, tidak ada salahnya segera berkonsultasi ke dokter. Musababnya, Cut menjelaskan, gangguan sleep apnea berdampak pada rendahnya kualitas tidur, sering mengantuk di siang hari, tubuh lemas, sakit kepala ketika bangun tidur, konsentrasi berkurang serta emosi tidak stabil. Secara jangka panjang, Cut mengatakan, sleep apnea dapat meningkatkan resiko seseorang terkena berbagai gangguan penyakit serius, seperti: tekanan darah tinggi, detak jantung tidak normal (aritmia), stroke, diabetes dan lainnya.
Cut mengatakan, sleep apnea sebetulnya dapat dicegah sejak usia dini, di mana peran orangtua, terutama ibu, menjadi kunci. "Perkembangan saluran pernapasan dimulai saat bayi dilahirkan hingga ia berusia 18 bulan. Periode ini merupakan waktu terbaik untuk mencegah terjadinya gangguan ini di kemudian hari," katanya.
Salah satu cara sederhana yang bisa dilakukan oleh ibu adalah dengan memberikan ASI atau menyusui, minimal hingga bayi berusia 18 bulan. Menyusui, menurut Cut, dapat memberikan stimulasi perkembangan lidah saat menelan, membentuk susunan gigi yang teratur, serta merangsang pembentukan palatum (langit-langit mulut) yang sempurna.
RINI K
Berita lainnya:
Makeup 10 Menit ala Kim Kardashian
Embrio Beku Lebih Efektif daripada Embrio Segar untuk Hamil
Jangan Bosan Ingatkan Anak Soal 4 Bagian Tubuh Terlarang