TEMPO.CO, Jakarta - Kehilangan pasangan karena kematian, berarti perpisahan untuk selama-lamanya yang tidak direncanakan atau mendadak.
Ketika itu terjadi, muncul pertanyaan dalam benak pasangan yang ditinggalkan. Sampai kapan harus berduka? Atau, kapan melanjutkan hidup atau move on?
Seseorang yang ditinggalkan wajar mengalami depresi. Namun, biasanya tidak lebih dari dua pekan. Demikian seperti disampaikan oleh psikolog anak dan keluarga, Anna Surti Ariani atau yang akrab disapa Nina, dari Klinik Terpadu Universitas Indonesia.
“Rentang waktu ini cukup untuk membuat seseorang yang ditinggalkan menerima kondisi atau keadaan, yaitu pasangannya memang sudah meninggal,” kata Nina.
“Bisa lebih panjang, bila seseorang yang ditinggalkan ini masih tidak percaya atau tidak mau menerima. Kalau depresinya berkelanjutan, bantuan profesional bisa jadi dibutuhkan".
Namun menuntaskan masa depresi bukan berarti berhenti merasa kehilangan.
“Dengan berjalannya waktu, duka bisa jadi tersembuhkan, karena terisi hal-hal lain dalam hidup,” ujar Nina.
“Move on-lah, walau belum benar-benar move on. Karena jika tidak (cepat move on), ia bisa jadi seseorang yang tidak efektif. Misalnya, ketika seharusnya mengurus anak, ia tidak fokus,” jelas Nina.
Lantas kapan waktunya untuk benar-benar move on, dalam arti menemukan pendamping baru? Nina tidak bisa menyebut pasti kapan karena “cepat move on” itu relatif.
“Namun jika ingin cepat-cepat menemukan pengganti, coba usahakan setelah satu tahun. Alasannya, ada beberapa momen yang mungkin rentan membuat seseorang teringat masa-masa terpuruk. Misalnya, tanggal kematian pasangan. Hari itu di tahun depan, bisa jadi seseorang merasa sangat drop. Kurang fair buat pasangan baru kalau kita menunjukkan kesedihan di tanggal itu,” urai Nina.
Berita lainnya:
Eccentrica, Koleksi Busana Pria Pertama Karya Rama Dauhan
Memahami Apa Itu Berduka dan Cara Bijak Menghadapinya
Studi: Polusi Udara Faktor Utama Penyebab Alzheimer