TEMPO.CO, Jakarta - Bagi pencinta kuliner, menikmati sate maranggi di pinggir hutan jati jalan raya Bungursari, Purwakarta, Jawa Barat, sungguh mengesankan. Aroma khas sate maranggi yang tengah dibakar menggoda para pengemudi yang melewati jalur mudik alternatif tengah Jawa Barat.
Umumnya, pengemudi dari Bandung yang akan ke Jakarta atau pemudik yang menuju ke arah Cirebon dan Jawa Tengah menyempatkan diri untuk mencicipi sate maranggi yang rumah makannya terletak di pinggiran hutan jati itu.
Lokasinya yang terbuka, lahan parkir luas, dan suasana teduh karena rindangnya pohon menjadi sensasi unik bagi pengunjung yang ingin menikmati sate maranggi ala Bu Yetty. Sebelum magrib, kursi pengunjungnya sudah habis dipesan.
Pengunjung yang baru datang dan tidak kebagian tempat duduk terpaksa menggelar tikar di lahan parkir. "Resep sate maranggi saya buat sejak 1990-an dan alhamdulillah bertahan hingga sekarang, masih di tempat yang sama," kata pemilik sate maranggi Cibungur, Yetty Ahdiyat, kepada Tempo.
Sate maranggi khas Priangan memiliki cita rasa yang berbeda dengan sate Madura. Sementara pada umumnya sate disajikan dengan bumbu kacang, sate Maranggi dilengkapi dengan bumbu kecap yang menggiurkan. Racikan cabai rawit hijau, bawang merah, bumbu, dan tomatnya menyisakan rasa unik di lidah. Paduan rasa gurih, manis, pedas, dan asam menjadi satu ketika sate yang telah dibakar itu dicocol ke bumbu kecapnya.
Untuk melayani para pelanggannya, setiap hari Yetty menghabiskan 3-5 kuintal daging sapi. Bahkan, jika masa liburan, seperti tahun baru dan Lebaran, perempuan berjilbab ini memborong daging hingga 1 ton.
Melahap sate maranggi lebih afdal jika ditemani dengan es kelapa bungursari. Es kelapa ini adalah minuman segar yang terkenal di Purwakarta. Es kelapa yang sudah ada sejak 1975 itu, menurut Yetty, cocok untuk menetralkan lemak daging yang kita makan.
KORAN TEMPO
Berita lainnya:
Lezatnya Sate Korea di Jakarta
Kriuk-kriuk Sate Goreng Jepang ala Kushiya Monogatari
Habiskan Seporsi Sate Kambing, Coba Cek Nutrisinya