TEMPO.CO, Jakarta - Lari ke depan, itu sudah biasa. Bagaimana jika Anda mencoba lari ke arah belakang alias lari mundur. Hari ini, Minggu pagi, 18 September 2016, lebih dari 1.150 orang melakukan lari mundur di FX Sudirman, Jakarta dalam acara RetroRun. Mereka mulai lari mundur sejauh 3,5 kilometer dengan rute depan FX Sudirman, masuk ke Gelora Bung Karno, lalu kembali ke FX.
"Seru, baru kali ini saya lari mundur," kata peserta lari mundur Ameena Heartland, 30 tahun, kepada Tempo. Sebelum para peserta berlari mundur, panitia RetroRun dari PT Mundipharma Heathcare Indonesia menyediakan pemandu untuk pemanasan.
Ameena mengaku baru bisa berlari mundur dengan lancar setelah melakukan penyesuaian sejauh puluhan meter. Jika ingin serius melakukan lari mundur, menurut dia, butuh konsentrasi karena tak seperti lari biasa. "Saya enggak bisa konsentrasi, karena banyak orang. Takut nabrak," ujarnya setelah beberapa kali bersenggolan dengan peserta lain.
Sebab itu, Ameena yang lari bersama rekannya, Ari Arisiyani, 32 tahun, memilih berlari mundur dengan santai dan sesekali berjalan. Selain itu, di sepanjang rute terdapat tiga booth yang mereka sambangi untuk berswafoto alias selfie. "Catatan waktu kami sekitar 1 jam karena kebanyakan jalannya," katanya sambil tertawa.
Peserta lainnya, Nauval Adzkia, 21 tahun, mengatakan lari mundur ini lebih ringan dan bikin cepat 'panas' dibanding lari biasa. "Tak terlalu banyak kendala. Saya enggak nabrak orang, tapi nabrak pembatas jalan," ujar mahasiswa Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) ini tertawa. Nauval mengaku terbiasa lari dari jarak 6-20 kilometer.
Baca Juga:
Country Manager PT Mundipharma Healthcare Indonesia, Mada Shinta Dewi, mengatakan penyelenggaraan RetroRun dilakukan untuk memperingati bulan kanker limfoma yang jatuh setiap bulan September. "Konsep acara ini adalah charity fun run untuk memberikan kontribusi bagi sesama," katanya.
Mada melanjutkan, seluruh kontribusi dari peserta lari mundur sebesar Rp 100-150 ribu per orang langsung disumbangkan ke Yayasan Kanker Indonesia. Bagi penderita kanker, dia mengatakan, lari mundur sejalan dengan tujuan dari metode paliatif yang esensinya supaya penderita belajar berdamai dengan penyakitnya. Sehingga, perlahan mereka tak lagi melihat kanker sebagai penyakit yang menakutkan dan bikin stress.
Ketua Yayasan Kanker Indonesia, Aru Wisaksono Sudoyo mengatakan metode paliatif lebih menyasar pada aspek psikologi penderita dengan menghadirkan rasa tenang. "Masih banyak masyarakat dan penderita kanker yang belum mengetahui metode ini," katanya.
RINI K