TEMPO.CO, Jakarta - Olahraga, termasuk lari, tak pernah akrab dengan Reh Atemalem Susanti. Bukan apa-apa, perempuan 33 tahun itu, misalnya, baru punya sepatu olahraga pada akhir tahun lalu saat mulai menekuni lari. Apalagi, berat badannya pernah mencapai 103 kilogram saat hamil anak pertama, dan bobotnya justru berangsur naik setelah melahirkan. “Baju hamil sampai tak muat lagi,” ia berujar, lalu terbahak.
Sampai suatu hari, Rere -panggilan Reh, merasa kondisi badannya itu tak menyehatkan. Jangankan lari sejauh 1 kilometer, aktivitas menaiki tangga penyeberangan di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, saja sudah bikin dia ngos-ngosan.
Sama halnya dengan Novita Lestari, 38 tahun. Bagi warga Sagan, Yogyakarta, ini, lari jarak jauh seolah mustahil sejak dokter memvonis dirinya menderita artritis reumatoid (AR) pada 2011. Penyakit ini menyerang persendian yang bisa bikin Novita duduk di kursi roda sepanjang sisa hidupnya.
Namun siapa sangka dua perempuan itu kini adalah pelari tangguh. Rere baru saja menyelesaikan perlombaan half-marathon sejauh 21 kilometer di Bali, pekan terakhir Agustus lalu. Dia memiliki catatan waktu 3 jam 48 menit.
Novita lebih dahsyat lagi. Perlombaan lari maraton sudah seperti makanan sehari-hari baginya. Ia kini merambah ke triathlon—tiga ragam olahraga dalam sekali perlombaan. Terakhir, Novita turun dalam turnamen Ironman 70.3 di Bintan, Kepulauan Riau. Ia menyelesaikan renang sejauh 1,9 kilometer, bersepeda 90 kilometer, dan lari 21 kilometer dalam waktu tujuh jam.
Sedikit berbagi resep, Novita mengatakan lomba lari maraton bisa dilakukan siapa pun, termasuk orang awam yang baru saja menekuni olahraga lari. Syaratnya, ia mau mempersiapkan hal itu jauh-jauh hari sebelum lomba. “Latihan yang konsisten, kontinu, dan berjenjang,” tutur dia.
Seorang pelari pemula bisa memulai dari lari jarak pendek sejauh 1-5 kilometer setiap hari. Berangsur-angsur, jarak itu wajib ditambah sampai mendekati panjang rute maraton. “Baru tuntaskan jarak 21 kilometer atau 42 kilometer dalam perlombaan sesungguhnya,” tutur Novita.
Jason Fitzgerald, pelatih lari dari Oregon, Amerika Serikat, menambahkan, kunci sukses dalam turnamen lari maraton bagi pemula terletak pada daya tahan tubuh. Tak ada cara lain meraihnya selain berlatih secara terjadwal. “Buatlah jadwal lari harian dan mingguan beserta target jarak yang ditempuh,” seperti dikutip dari situs Strengthrunning.com yang diasuhnya.
Fitzgerald juga menyarankan perlunya berlatih kebugaran dan angkat beban. Kegiatan ini, ujar Jason, merupakan fondasi agar tubuh mencapai kekuatan, kelenturan, ketangkasan, dan keseimbangan yang maksimal.
Hal yang tak boleh luput, menurut Jason, adalah menempa mental. Pelari pemula pantang memelihara anggapan berlari pelan saja bisa asalkan menyentuh garis finis. Apalagi opini itu terus diingat saat berlatih rutin menjelang kompetisi maraton. “Lupakan cara berpikir itu dan mulailah lari sebaik yang Anda bisa.”
RAYMUNDUS RIKANG
Berita lainnya:
Kiat Fresh Graduate Dapatkan Pekerjaan Impian
Anak Banyak Makan tapi Tak Juga Berisi, Apa yang Salah?
6 Sinyal Temanmu Menyebalkan, Saatnya Meninggalkan Dia