TEMPO.CO, Jakarta - Gaungnya memang tidak sepopuler kanker payudara dan kanker serviks. Namun kanker kepala leher memiliki jumlah penderita yang masif.
Data 2011 menunjukkan bahwa kanker kepala leher menempati urutan ketiga kanker dengan jumlah penderita terbanyak di Indonesia, sekitar 9,14 persen dari seluruh penderita kanker. Kanker payudara menempati posisi wahid dengan 16 persen, lalu diikuti kanker serviks 10,86 persen. “Angka kejadian kanker kepala leher sekitar 32 ribu per tahun,” kata Direktur Penyakit Tak Menular Kementerian Kesehatan Lily Sriwahyuni Sulistyowati, seperti ditulis Koran Tempo edisi digital, Senin, 1 Agustus 2016.
Kanker kepala leher merupakan kanker yang tumbuh di organ-organ di bagian leher dan kepala, seperti nasofaring, rongga hidung, pita suara, lidah, tiroid, tonsil, rongga mulut, hipofaring, hidung, parotis, telinga, dan mata. Seperti kebanyakan penderita kanker lainnya, masalah pada kanker kepala leher adalah banyaknya pasien yang baru mengobati sakitnya setelah berada di stadium lanjut. Padahal, menurut Ketua Komite Penanggulangan Kanker Nasional, Soehartati Gondhowihardjo, semakin terlambat datang, terapinya semakin susah dan risiko kematiannya lebih tinggi. “Pengobatan menjadi lebih kompleks dan biaya yang dikeluarkan juga semakin banyak,” ujarnya.
Kanker pada bagian kepala tak bisa dioperasi. Kalau penderita datang saat stadium awal, kata Soehartati, terapinya dengan radiasi. Angka kesembuhannya masih tinggi, sekitar 80-90 persen. Tapi, jika datang dengan stadium lebih lanjut, pengobatannya ditambah dengan kemoterapi dan pendukungnya. Sebab, kemoterapi menyebabkan banyak efek samping, misalnya jika mual akan diberi obat antimual. Semakin datang lebih lama, kanker akan semakin bertumbuh dan kemungkinan sembuhnya semakin tipis, anjlok menjadi sekitar 20-30 persen.
Tentu saja lebih baik mencegah daripada mengobati. Menurut dokter spesialis bedah onkologi, Sonar Soni Panigoro, salah satu upaya pencegahan penyakit ini adalah menerapkan gaya hidup sehat. Salah satu jalan yang paling lazim lewat berhenti merokok dan minum alkohol.
Rokok menyebabkan risiko menderita kanker kepala leher naik sampai 10 kali lipat. Kenaikan jumlah risiko yang sama terjadi pada peminum alkohol. “Jadi, kalau merokok ditambah konsumsi alkohol, risikonya naik 100 kali lipat,” kata Sonar.
Lily mengatakan ada metode mudah untuk melakukan pola hidup sehat, yang disingkat CERDIK. Yakni Cek kesehatan secara rutin, Enyahkan asap rokok, Rajin melakukan aktivitas fisik, Diet seimbang, Istirahat cukup, dan Kelola stres. Dengan pola hidup sehat tersebut, risiko terkena kanker akan menurun sampai 43 persen. Untuk deteksi dininya dilakukan secara mandiri dengan tidak mengabaikan masalah yang timbul di sekitar kepala dan leher.
NUR ALFIYAH