TEMPO.CO, Jakarta - Dengan cekatan, tangan Boby Ismirianto, 40 tahun, mengganti karburator sepeda motor mini miliknya. Pelapis luar motor setinggi 30 cm dan dengan panjang seukuran hasta orang dewasa itu dicopot total. Boby membongkar motornya karena, tengah malam nanti, dia dan Komunitas Motor Kecil (Mocil) akan melakukan perjalanan secara berombongan (touring) ke Puncak dan Cibodas, sejauh kurang-lebih 70 kilometer.
Wajar bila persiapan yang dilakukan harus matang. "Hampir semua suku cadang kami ganti dan servis supaya perjalanan lancar," kata Boby, salah seorang pengurus Mocil, saat ditemui di Sekretariat Mocil, kawasan Radio Dalam, Jakarta Selatan, Jumat 15 Juli 2016.
Dalam perjalanan itu, ada 25 sepeda motor yang ikut. Peserta paling tua adalah Mulyono, 52 tahun, seorang personel TNI Angkatan Darat, yang baru pertama kali mencoba berjalan jauh dengan menggunakan motor kecil. Sedangkan peserta paling muda adalah Bilal, 12 tahun, yang justru sudah memegang motor mini ini sejak berusia 6 tahun. Demi keamanan, perjalanan tersebut dikawal satu voorijder, satu Fortuner, dan satu mobil bak. "Mobil bak ini berguna untuk mengangkut motor-motor yang rusak total," kata Boby.
Titik perjalanan dimulai dari pompa bensin Radio Dalam. Di tempat ini ada sekitar 10 mocil lain yang bergabung. Selain berkumpul, mereka mengisi bahan bakar, berupa bensin dan campuran oli untuk mesin 2 tak. Mengendarai mocil tidak seperti berjalan menggunakan sepeda motor biasa. Hampir setiap satu kilometer, perjalanan terpaksa berhenti. Sebab, ada saja suku cadang yang rusak. Seperti pada malam itu, ada satu peserta yang terpaksa berhenti di wilayah Pondok Indah karena karburatornya bocor.
Waktu tempuh mocil juga tidak secepat sepeda motor biasa. Perjalanan yang sedianya bisa ditempuh 1,5 jam molor sampai 8 jam. Selain ukuran yang kecil, mesin motor yang digunakan bukan mesin motor biasa. Mesin motor buatan Cina ini sejenis dengan mesin pemotong rumput yang cara menghidupkannya ditarik dengan tuas. Meski begitu, sistem bekerjanya sama dengan sepeda motor matik. Rem depan di sebelah kanan, rem belakang di sebelah kiri, tanpa kopling.
Motor mini juga bisa dijadikan ajang adu balap. Ada tiga sirkuit yang biasa digunakan, yaitu Sentul, Tangerang, dan Senayan. Adu balap terbagi atas enam kelas, yaitu kelompok umur 7-10 tahun, 11-13 tahun, Pro A, Pro B, kelas pembalap, dan kelas di atas 75 kg.
Perjalanan mocil tidak selalu mulus. Jatuh terguling hingga terlempar jauh ke jalur yang berlawanan adalah makanan sehari-hari pengendara mocil. Salah satunya adalah Widi, 28 tahun. Di jalan raya Parung-Bogor, ban motor Widi selip dan ia terlempar hingga melewati pembatas. "Tapi tidak masalah, karena motornya kecil, jatuhnya tidak parah," ujar Widi.
Selain menggunakan helm yang menutupi seluruh wajah, pengendara mocil menggunakan pelindung kaki-tangan, serta jaket tebal layaknya pembalap formula. Saking kecilnya motor, pengendara harus menekuk kaki sampai ke pinggang. Apabila tidak imbang, motor langsung jatuh. "Bagian tubuh yang pertama dihajar pasti dengkul, tulang kering, dan tulang hasta," kata Widi.
Selain mudah jatuh, halangan cukup berat yang dihadapi adalah suku cadang yang sering rusak sepanjang jalan. Karena itu, pemotor mini selalu membawa berbagai alat bengkel portabel dan suku cadang di dalam jaketnya.
Demi keamanan pula, setiap pengendara jalan berdampingan—minimal dua motor. Bila ada satu yang rusak, mocil lainnya bertugas membantu. Bila kedua mocil mati total dan tak bisa diganti suku cadangnya, mocil langsung diangkut ke mobil bak. "Tapi kejadian seperti itu bukan malah membuat kami sengaja tak mau capek, karena malunya bukan main," ujar Boby.
Walau banyak halangan ditempuh, para pengendara mengaku tidak kapok. "Bagi saya, hal ini adalah pelepasan stres, apalagi dengan pekerjaan saya yang juga banyak tantangannya," ujar Deni Putra, yang merupakan anggota Satintel TNI Angkatan Darat.
Ketertarikan tidak cuma pada touring, tapi juga pada kegiatan berburu suku cadang. Ada dua jenis mocil yang sangat digemari. Jenis trail seharga Rp 3-5 juta dan jenis GP seharga Rp 3-10 juta. Berbeda dengan hobi motor lain yang semakin mengkilap semakin bagus, mocil semakin suram penampilannya, malah semakin mahal. "Artinya, sudah ada modifikasi, jalannya bisa lebih cepat, mesinnya bisa lebih tahan, dan sudah teruji," kata Boby.
Rombongan sampai di Puncak Pass pukul 08.30 WIB keesokan harinya. Dari 25 motor, tersisa 8 motor yang menyelesaikan hingga titik akhir, salah satunya milik Deni Putra. Kepuasan terlihat di wajah lelah pemotor, hanya berselang dua jam, mereka sudah ingin jalan lagi. "Bagaimana kalau kita lanjutkan saja ke Merak?" kata Endang Sutisna, salah satu pemotor mini sambil terkekeh.
CHETA NILAWATY
Baca juga :
Liburan Cihuy ke Kampung Wisata Surabaya
Komunitas Pushing Panda, Menguji Nyali di Seutas Tali
Tren Tato Perempuan, Merajah di Bagian Tubuh yang Terlihat