TEMPO.CO, Jakarta - Agah Nugraha, 34 tahun, hanya butuh 20 menit untuk memenuhi kertas A4 itu. Agah merupakan pengajar di Bimbingan Belajar Seni Rupa Villa Merah, Jakarta. Namun gambarnya pada petang itu ditujukan untuk pekerjaannya yang lain: graphic recorder.
"Graphic recorder memang belum umum di Indonesia," kata Agah kepada Tempo, pekan lalu. "Kalau didefinisikan, graphic recorder adalah notulensi bentuk gambar."
Agah bersama rekan-rekannya sesama seniman gambar membentuk Graphic Recorder Indonesia (GRID), yang isinya baru enam orang. Para anggota GRID rutin menerima order dari berbagai institusi yang ingin acara mereka didokumentasikan melalui media gambar. "Jadi, pekerjaan kami itu sama seperti pencatat dalam setiap acara seminar atau diskusi."
Bedanya, perekam grafis harus melengkapi materi yang dia rekam dengan ilustrasi. Sederet rapat di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Komisi Pemberantasan Korupsi, hingga aneka perusahaan multinasional Agah dokumentasikan dalam gambar. "Mereka biasanya meminta saya menggambar dalam forum yang melibatkan masyarakat umum," ujarnya.
Lulusan Institut Teknologi Bandung itu kemudian memperlihatkan satu karyanya: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berpidato. Ada balon percakapan layaknya komik dalam ilustrasi itu. Agah "merekam"-nya dalam forum Open Government Partnership di Bali, Maret tahun lalu. "Memang tidak semua omongannya saya catat di gambar ini. Hanya yang pokok-pokoknya," katanya.
Senjata anggota GRID cukup sederhana, yakni spidol dan krayon aneka warna, serta bundelan kertas berukuran A0 (84,1 cm x 118,9 cm) yang dipasang di papan untuk menggambar. "Semua hanya media," ujar Agah. Hal yang lebih penting, dia melanjutkan, adalah kejelian mendengar omongan pembicara plus kemampuan menggambar secara kilat.
Kemampuan memilah materi pembicara secara kilat menjadi mutlak. "Harus tahu mana yang penting dan tidak," ujar Agah. Riset sebelum acara pun menjadi kebiasaannya.
Hal lain yang perlu dimiliki perekam grafis adalah kosagambar. Ini istilah yang GRID ciptakan untuk menyebut perbendaharaan gambar-adaptasi dari istilah kosakata. Misalkan, Agah melanjutkan, untuk menerjemahkan kata kerja sama, ilustrator akan menggunakan gambar dua lengan yang sedang berjabat tangan. "Kamus kosagambar ilustrator harus kaya."
Menurut Agah, keunggulan rekaman grafis dibandingkan dengan notulen tertulis adalah kemampuan menyederhanakan topik. Karena bergambar, dia melanjutkan, peserta jadi mudah mencerna materinya. Namun ada kalanya karya graphic recorder diprotes si pemilik hajat.
Misalnya, saat Agah bertugas dalam sebuah acara internal bank swasta. Pertemuan itu rupanya membahas sistem keamanan mereka. Begitu selesai, panitia menganggap gambar itu terlalu detail sehingga mudah dipelajari pihak luar. "Akhirnya gambar itu dianulir panitia karena membahayakan rahasia perusahaan," ujarnya.
Di luar negeri, aktivitas graphic recorder dikenal dengan istilah graphic facilitator-dipopulerkan Karen Edward dari Australia. "Dia yang menginspirasi saya menekuni pekerjaan ini," ujar Deni Rodendo Ganjar Nugraha, 40 tahun, pendiri GRID dan seorang pionir perekam grafis di Tanah Air.
Pada medio 2004-2005, Deni mendapati graphic recorder mulai ngetren di luar negeri. Menurut dia, konsep ini sangat bermanfaat buat banyak orang. "Karena menyederhanakan komunikasi, membuat kata-kata yang sifatnya abstrak menjadi riil dengan simbol atau gambar."
Deni menilai graphic recorder bisa dijadikan pekerjaan dengan penghasilan lumayan. Di Indonesia, praktisinya masih sedikit. Jika dirata-rata, para anggota GRID bisa menerima satu order setiap pekan. Mereka mematok tarif mulai Rp 3 jutaan untuk satu hari acara. "Biasanya, perekam grafis bisa menghasilkan belasan catatan bergambar dari acara seharian," ujar Deni.
PRAGA UTAMA
Baca juga :
Sensasi Berenang di Pantai yang Sulit Dilupakan
6 Kebiasaan Ini Bikin Kita Kecanduan
8 Hal Ini Sangat Membosankan di Acara Pernikahan