TEMPO.CO, Jakarta - Warga Ibu Kota kerap kebingungan saat menjamu tamu luar daerah yang ingin mencicipi hidangan khas Betawi. Tidak seperti orang Makassar yang dengan mudah menunjuk Coto Makassar di Jalan Nusantara, Jakarta kekurangan tempat yang menyajikan masakan otentik.
Hal itu yang coba didobrak oleh Ajag Ijig Resto. Berlokasi di Jalan Juanda, Pecenongan, Jakarta Pusat, rumah makan ini bisa jadi pilihan untuk memuaskan rasa penasaran akan hidangan asli Jakarta yang maskin sulit dijumpai. Mau soto Betawi, kerak telor, sampai deretan kue tradisional, ada semua.
Restoran milik aktris Carissa Putri ini kental akan nuansa Betawi. Saat menapaki lantai, Anda akan menemukan tegel merah besar yang warnanya sudah memudar. Seperti memasuki rumah Belanda di film Si Pitung. Suasana makin terasa kuno dengan tampilan dinding yang menggunakan bata ekspos yang dipoles warna putih. Ditambah ornamen piring-piring keramik kecil dan jam besar dengan angka romawi.
Meja hidangnya bulat dengan kursi kayu seperti furnitur ruang tamu rumah Si Doel Anak Sekolahan. Ondel-ondel, boneka besar yang selalu hadir di perayaan Betawi, tidak absen. Hanya saja, mereka hadir dalam format mini. Suasana bertambah jadul dengan lagu Benyamin Sueb, seniman legendaris asal Kemayoran, yang mengalun tanpa henti.
Sama seperti desain ruangannya, aroma percampuran terasa di menu Ajag Ijig. Selain soto Betawi, nasi uduk, ketupat sayur, laksa, gado-gado, kue talam, dan bir pletok khas Jakarta, ada cita rasa nusantara di sana. Mulai nasi bogana asal Tegal dan tongseng kambing dari Solo.
Saking panjangnya daftar menu, pengunjung bisa kebingungan. Jika sudah begitu, biasanya, kita langsung memilih "menu rekomendasi". Namun, tidak ada pilihan itu di Ajag Ijig. Saya menemui seorang pemilik, Syatra Aulia, yang mengatakan deretan masakan yang mereka sajikan sudah tidak asing bagi lidah warga Jakarta, sehingga pengunjungnya bisa membayangkan bentuk dan rasanya. Tapi, tetap saja, kami menilai butuh panduan bagi pengunjung yang tidak memahami kuliner nusantara.
Syatra lalu menyebutkan makanan dan minuman yang menurut dia enak. Di antaranya jus kedondong, tongseng kambing, Nasgornye Kite, roti maryam, pisang bakar, dan gado-gado. "Tapi semuanya enak ko," katanya.
Saya menjajal Nasgornye Kite. Menu yang terdiri dari nasi goreng kambing dan sate sapi ini cuma ada di Ajag Ijig. Karena menurut Syatra, nasi goreng rasa pedas ini merupakan resep keluarga. Nah bedanya dengan nasi goreng kambing lain, makanan ini dimasak dengan ulekan cabai dan sedikit tambahan cuka. Tak cuma bikin pedas, ulekan bumbunya juga bikin warna nasi berubah jadi agak marun dengan tambahan serpihan kulit cabai beserta bijinya. Karena diberi cuka, rasanya jadi sedikit asam.
Buat Anda yang tidak doyan pedas, jangan buru-buru terintimidasi oleh penampakannya yang sangar. Cabai yang digunakan adalah cabai merah besar. “Jadi meski merah, tak terlalu pedas,” kata Ahmad Afrudin, koki Ajag Ijig.
Sebagai kreasinya, Ahmad menambahkan sate daging sapi. Daging sapi yang dipotong gemuk ini terlebih dulu direndam dengan campuran gula merah, gula putih, sereh, asem jawa, dan bumbu lainnya. Racikan ini membuat rasa daging sapi menjadi rupa-rupa: manis, gurih, dan asem.
Saya beralih ke tongseng kambing. Disajikan dalam mangkok putih, kuahnya terlihat cokelat kental. Ini yang saya suka, kuah tongsengnya tak terlalu berat di perut dan mulut. Meski menggunakan santan kental, rasanya ringan dan tak bikin eneg. Minyak mengambang yang biasanya dijumpai di kuah pun alpa. Rupanya, Ajag Ijig sangat menjaga kondisi santan ini.
Kata Ahmad, kuncinya ada di api. Mereka konsisten menggunakan api kecil saat santan sudah nyemplung ke dalam panci. Tak lupa, campuran ini diaduk terus sampai matang. Inilah yang membuat santan tak pecah dan terasa nge-blend dengan bumbu lain.
Buat yang menyukai rasa Betawi, bisa memilih masakan yang saya sebutkan tadi. Tapi, karena mereka menggunakan bumbu yang tak diubah, jangan berekspektasi bakal menemukan kejutan rasa.
Untuk minumannya, ada leci madu asem. Di bagian dasar, terlihat cairan kental berwarna merah dengan dua buah leci. Sisanya, hanya nampak air berwarna pucat kekuningan. Jangan tertipu dengan penampakan kalemnya. Saat pertama kali mencoba, saya mencicipinya tanpa diaduk. Rasa asam yang begitu kuat langsung menyodok mulut dengan sensasi menggelitik di lidah.
Menurut Wahyuda, peracik minuman tersebut, rasa asam ini berasal dari perasan jeruk lemon yang dicampur sedikit soda. Sedangkan cairan kentalnya merupakan madu. Saya lalu mengaduknya agak lama agar madu tercampur sempurna. Hasilnya, tak seasam saat menyeruputnya pertama kali. Apalagi ada dua buah leci yang siap mengobati syoknya lidah tadi.
Ada lagi minuman lain yang juga bikin melek: jus kedondong. Bayangkan buah kedondong muda diblander dan disajikan dengan es. Sekali sruput, rasa asamnya langsung menyergap mulut. Sama seperti leci madu asem, jus kedondong ini juga cukup kaya rasa. Tak cuma asem, tapi juga ada sensasi asin dan sedikit pahit.
Untuk menghilangkan rasa getir kendondong muda, Wahyuda menambahkan kiamboy. Manisan yang berasal dari buah plum yang dikeringkan dan ditambah gula dan garam. Maka tak heran rasa jusnya percampuran segar, manis, dan sedikit asin. Pas banget diseruput saat baru tiba setelah menerabas matahari Jakarta yang lagi galak-galaknya.
Setelah puas makan dan minum, waktunya menyantap cemilan. Kue talam yang kenyal dan terasa dingin di mulut sepertinya pas buat menutup semua hidangan.
Selain lokasi relatif di tengah kota dan tempat yang nyaman, kekayaan menu seperti ini yang menjadi keunggulan Ajag Ijig. Sulit membayangkan harus ngider-ngider Jakarta untuk mencicipi satu per satu hidangan Jakarta seperti yang disajikan di sana. Misalnya dari Nasi Goreng Kambing di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, kita harus melipir sekitar 10 kilometer ke Srengseng, Jakarta Barat untuk mendapatkan soto Betawi racikan Babe Jamsari. Lalu, menahan kantuk dan kesal di tengah tumpukan angkot di Rawabelong, Jakarta Barat, untuk sampai di warung nasi uduk di sana.
Jika ingin menjajal lebih dari satu masakan Betawi, Ajag Ijig--dalam bahasa Betawi artinya mondar-mandir atau bolak-balik--adalah tempatnya. Jika satu kunjungan tidak cukup, seperti harapan Syatra, pengunjungnya datang dan datang lagi. "Bolak-balik mencoba lagi dan lagi," ujarnya. "Ajag ijig."
NUR ALFIYAH