TEMPO.CO, Jakarta - Bagi pengelola Wine & Meat Co, daging sapi dan anggur pantang dipisahkan. "Keduanya seperti baju dan celana," kata Andri Wihardi, Asisten Manajer Wine & Meat Co, di Kawasan Niaga Terpadu Sudirman, Jakarta Selatan, kepada Tempo.
Tamu restoran itu kebanyakan datang demi sekerat steak. Kepada mereka, pelayan akan menawarkan wine sebagai pendampingnya. "Banyak hal baik tentang wine, mulai menyehatkan jantung sampai membuat awet muda" ujar Andri. "Asal minumnya tidak berlebihan."
Wine & Meat Co memiliki tujuh pilihan steak dan ribs—asalnya dari sapi Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru. Menu jagoan mereka adalah USA Short Ribs. Diambil dari potongan tengah tulang iga, menu ini terdiri atas 350 gram daging empuk yang berbalut lemak. Sekilas, penampakannya imut karena tidak ada tulang yang menjulang, tapi dijamin mengenyangkan—bandingkan dengan rata-rata potongan steak yang berat kotornya tidak lebih dari 250 gram. Iga panggang yang dibanderol Rp 235 ribu ini layak mendapat acungan jempol.
Sembari menunggu pesanan datang, 15-20 menit, Anda bisa membeli camilan, misalnya Dirty Fries. Kentang goreng ini disajikan dengan saus keju dan cacahan daging sapi kering. Menu lain yang kami rekomendasikan adalah Signature Black Burger. Tampilannya sangat instagramable, yaitu burger mini berbentuk segi empat dengan roti hitam. "Bun kami buat sendiri, pewarnanya dari tinta cumi," kata Andri. Patty alias daging burger berasal dari angus—sapi Skotlandia yang kerap diasosiasikan sebagai ras penghasil daging terbaik. Sama seperti steak dan iga, burger selebar 8 sentimeter ini datang dengan pilihan kentang goreng atau tumbuk. Harganya Rp 72 ribu.
Kami juga menjajal Australian Prime Grade Striploin. Menurut kami, tidak ada yang istimewa dari steak seharga Rp 115 ribu tersebut. Tapi dibilang mengecewakan juga tidak. Poin plusnya adalah Wine & Meat Co memenuhi harapan penggemar kami sebagai penggemar medium rare—daging dimasak sampai bagian luarnya kecokelatan, tapi bagian dalamnya masih kemerahan. Saat dibelah, potongan daging itu mengeluarkan cairan, juicy. Itu merupakan pemandangan langka di kebanyakan rumah steak di Indonesia yang cenderung memanggang sampai kering.
Nah, pasangan menu daging seperti itu adalah anggur merah. "After taste-nya lebih kena," ujar Andri. Berdasarkan rekomendasi pelayan, kami memilih Oustric, anggur merah dari Prancis selatan. Rasa manis yang diperoleh dari daging sapi melebur sempurna dengan cita rasa fruity dan sepet dari red wine itu. Anggur yang dijual Rp 90 ribu segelas itu mengusir kantuk dan begah yang sempat menghampiri setelah kekenyangan.
Beda kudapan, beda anggurnya. Setelah melahap Spicy Tuna Croissant, misalnya, Andri menyarankan agar meneguk anggur putih. Menurut dia, menu yang mengandung seafood perlu white wine untuk menetralisasi rasa amisnya. Namun lulusan Universitas Gunadarma, Depok, itu gagal menjelaskan lebih detail soal pairing tersebut. Meski namanya mirip, restoran ini tidak berhubungan dengan The Meat & Wine Co di Australia.
Buka pada 17 Oktober lalu, Wine & Meat Co di SCBD merupakan cabang kedua, setelah gerai pertama mereka beroperasi di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, dalam setahun terakhir. Meski konsep dan menunya sama—dekorasinya penuh kayu ala gudang dalam film koboi—harga sajian di kedua tempat itu berbeda. Banderol menu Wine & Meat Co di Pantai Indah Kapuk lebih murah sekitar 15 persen. "Karena perbedaan pasar, di sana keluarga dan anak muda. Di sini, orang kantoran dan penghuni apartemen," ujar Andri.
REZA MAULANA