TEMPO.CO, Jakarta - Pria dengan jam kerja yang panjang ternyata membuat keluarga menderita. Istri lebih stres dan repot. Namun, wanita yang bekerja dengan jam yang panjang tak akan memberi dampak yang besar kepada pria. Begitu menurut sebuah penelitian di Australia.
"Tuntutan pekerjaan pada pria berdampak pada wanita tapi kami tidak menemukan bukti pada kasus sebaliknya," kata peneliti Lyn Craig, seorang sosiolog di University of New South Wales, Australia.
Menurut hasil penelitian, hampir 70 persen wanita dan 62 persen pria merasa terganggu dengan jam kerja dan lelah menghadapi kerepotan dalam keluarga.
Ketika para pria bekerja lebih dari 50 jam sepekan, para istri dilaporkan kerepotan dan menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengerjakan berbagai macam pekerjaan rumah. Kondisi itulah yang terjadi, apakah si wanita seorang pekerja penuh waktu, paruh waktu, atau tidak bekerja.
Namun, bila wanita yang bekerja dengan jam yang lama, mereka juga tetap menghabiskan banyak waktu untuk membereskan pekerjaan rumah sehingga memangkas waktu bersantai mereka. Pria yang bekerja di akhir pekan masih bisa meluangkan waktu untuk bersenang-senang dan hal itu sulit dilakukan oleh wanita.
Bila pria yang bekerja dengan waktu panjang, yang lebih stres justru sang istri. Dan bila laki-laki itu bekerja dengan jam yang banyak dalam sepekan, mereka akan kehilangan waktu tugas untuk keluarga, seperti memasak makan malam atau memandikan anak. Akhirnya, semuanya dilakukan oleh wanita.
Masalahnya, jam kerja sekarang memang lebih panjang buat banyak orang. Namun, menurut Stephanie Coontz, penulis buku Marriage, a History: How Love Conquered Marriage (Penguin Books, 2006), jangan sampai masalah tersebut membuat suami dan istri terus bertengkar mengenai siapa yang seharusnya melakukan pekerjaan rumah.
LIVESCIENCE | PIPIT