TEMPO.CO, Jakarta - Wangi legit semerbak di Kemuning, daerah sekitar Kompleks Badan Intelijen Negara, Kalibata, Jakarta Selatan. Jika penasaran, ikuti saja aromanya yang akan membawa langkah kaki ke Jalan Angsana atau populer dengan nama Kampung Dodol.
Dalam sekejap, mata akan disuguhi pemandangan tumpukan kayu bakar hampir di setiap sudut rumah-rumah. Wajar rasanya jika kampung ini diberi julukan kampung dodol, karena tiap rumah seolah berlomba menghasilkan dodol terbaik.
Di sebuah rumah yang berada di Jalan Angsana 1, milik Wan Mimin, seorang perempuan berusia 60 tahun bernama Aminah mengatakan dia adalah generasi ketiga yang menjalankan usaha keluarga ini. Meski sudah generasi ketiga, Aminah mengklaim cita rasanya tak berubah karena masih mempertahankan resep dan cara pengolahan sesuai dengan tradisi.
Konon, di rumah inilah dodol terbaik berasal. Saking populernya, rumah ini kerap menjadi lokasi syuting sinetron atau film televisi (FTV) yang pokok ceritanya soal dodol. Menurut Aminah, dodol Betawi tak hanya soal legitnya campuran beras ketan, santan, dan gula merah. “Orang Betawi enggak bisa dipisahkan sama dodol, makanan wajib Lebaran atau perayaan lain,” kata dia. Karena itu, dodol Betawi racikannya laris-manis saat Ramadan dan Lebaran seperti sekarang.
Aminah menceritakan, dodol bagi orang Betawi bermakna gotong-royong, kebersamaan, dan kekeluargaan. Makna tersebut, kata Aminah, tersirat dalam proses pembuatannya. “Dari ngaduk bahan sampai beli bahannya bisa mempererat hubungan kekeluargaan,” katanya.
Aminah bertutur, dulu keluarga-keluarga Betawi yang tinggal berdekatan membeli seluruh bahan dengan cara patungan, bisa juga dengan saling melengkapi. “Misalnya keluarga ini beli kelapanya, keluarga satunya lagi beli gulanya, begitu terus sampai lengkap bahannya, baru diolah,” ucapnya.
Seluruh bahan disiapkan oleh para perempuan, sedangkan pengadukan adonan dikerjakan bersama-sama oleh para pria. “Satu kuali besar—diameter 1,5 meter—diaduk oleh 8–10 pria karena adonannya alot,” katanya. Sementara menunggu adonan matang, para perempuan menyiapkan camilan, makanan berat, dan minuman.
Jika sudah matang, para perempuan akan membagi adonan tersebut. “Sesuai sama banyaknya yang dia kasih, istilahnya duit dodol,” kata perempuan yang punya 40 pekerja ini.
Menurut Aminah, dahulu dodol adalah penganan mewah. Saat ini, menyantap dodol Betawi tak perlu lagi urunan karena ada perajinnya seperti Aminah. Pengusaha ini memiliki 15 tungku yang selalu menyala bergantian pagi dan sore hari. Satu kuali bisa menghasilkan sekitar 20 besek dodol. Dalam sehari, Aminah bisa membuat sekitar 30 kuali dodol, yang berarti 600 besek dodol.
Ratusan besek tersebut langsung ludes terjual di hari yang sama. “Kadang yang suka datang mendadak tanpa pesan sebelumnya kehabisan, kalah dari yang sudah pesan jauh-jauh hari,” kata dia. Aminah menjual dodolnya dengan harga Rp 55–65 ribu per besek.
Ketua Umum Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan Indonesia, Hardinsyah, mengatakan dodol merupakan makanan kaya karbohidrat dan gula. Meskipun diaduk selama tujuh jam, ujarnya, kandungan karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineralnya tak akan rusak. “Karena masaknya menggunakan kayu, panasnya tak melebihi 120 derajat Celsius,” ucapnya.
Kandungan gizi per 100 gram dodol
Energi: 395 kilokalori
Karbohidrat: 81 gram
Lemak: 6,7 gram
Protein: 3 gram
DINI PRAMITA
Berita lainnya:
Kurma, Buah Awet yang Kaya Nutrisi
Etika Jatuh Cinta kepada Mantan Pacar Teman
Pakaian dan Aksesori yang Wajib Dibawa Saat Mudik