TEMPO.CO, Jakarta - Sudah rahasia umum bahwa merokok adalah kebiasaan yang tengah diperangi habis-habisan oleh pemerintah di tengah fakta bahwa negara ini adalah salah satu produsen tembakau terbesar di dunia.
Berbagai kebijakan dan kampanye telah digelontorkan pemerintah untuk menekan konsumsi rokok di Tanah Air. Pada sebagian daerah, strategi pemerintah memang terbukti ampuh. Namun, masih ada wilayah yang mencatatkan konsumsi rokok yang tinggi.
Biasanya, perang melawan rokok lebih ditekankan pada paparan risikonya terhadap gangguan kesehatan dan kematian. Namun, tahukah Anda bahwa kebiasaan merokok berpotensi mencelakai keluarga Anda, terutama si buah hati?
Tidak hanya dari segi kesehatan, dampak negatif rokok bagi keluarga dan anak juga akan memukul perekonomian rumah tangga. Risiko itulah yang sedang disorot pemerintah melalui kampanyenya yang bertajuk Suara Hati Anak.
Kampanye antirokok yang diluncurkan Kementerian Kesehatan dan Vital Strategies itu rencananya bakal ditayangkan di seluruh media nasional per 10 Juni, dan berbagai platform media sosial dengan tagar #SuaraTanpaRokok.
Menteri Kesehatan Nila Djuwita F. Moeloek menjelaskan, kampanye tersebut sebenarnya merupakan bagian dari kegiatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2016. Dia mengatakan, program memerangi rokok akan menjadi agenda prioritas Kemenkes. “Melihat data yang ada, merokok adalah salah satu penyebab utama kematian penyakit tidak menular. Hal ini sebenarnya bisa dicegah dengan melindungi generasi muda dari paparan asap rokok sejak dini,” tegasnya saat peluncuran kampanye tersebut di Jakarta.
Nila mengatakan di banyak wilayah, rokok juga menjadi sumber petaka bagi perekonomian warga Indonesia, khususnya kelas menengah ke bawah. Dia menceritakan ada seorang bapak yang terbaring tidak berdaya akibat penyakit yang dipicu oleh konsumsi tembakau.
Akibatnya, putri dari bapak tersebut terpaksa meninggalkan sekolah untuk membantu menafkahi keluarganya. Selain merampas hak anak untuk memperoleh pendidikan, perekonomian rumah tangga juga menjadi berantakan hanya karena kebiasaan merokok.
Penderitaan yang dialami keluarga tersebut pun berlanjut. Di tengah kondisi fisik yang melemah, si bapak merasa bersalah karena menjadi penyebab buah hatinya kehilangan kebahagiaan masa kanak-kanak dan masa sekolahnya yang menyenangkan.
Sebaliknya, si buah hati bertanya-tanya mengapa ayahnya mengkonsumsi tembakau. Dia bertanya pada dirinya sendiri ‘Bagaimana bapak mencintai saya, jika dia tidak mencintai dirinya sendiri?’
Fakta
Berdasarkan data The Tobacco Atlas, terdapat lebih dari 2,67 juta anak dan 53,76 orang dewasa yang mengonsumsi tembakau sehari-hari di Indoensia, di mana 57,1 persen di antaranya adalah pria, 3,6 persen wanita, 41 persen anak laki-laki, dan 3,5 persen anak perempuan.
Adapun, perbandingan pria dewasa, anak muda laki-laki, dan perempuan yang menggunakan tembakau di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dari negara-negara berpendapatan menengah lainnya.
Di Indonesia, tembakau menyebabkan kematian 217,400 orang/tahunnya. Pada 2010, tembakau menjadi penyebab dari 19,8 persen kematian pada pria dewasa dan 8,1 persen kematian pada wanita dewasa. Angka ini lebih tinggi dibandingkan rerata negara berpendapatan menengah.
Beberapa studi menunjukkan, bahwa pria dewasa Indonesia mulai mengkonsumsi rokok sejak usia dini; sekitar umur 12 tahun. World Economic Forum memprediksi dampak konsumsi tembakau menguras ekonomi Indonesia senilai US$4.5 triliun sepanjang 2012—2030.
CEO Vital Strategies José Luis Castro mengapresiasi langkah Pemerintah Indonesia yang menyoroti dampak ekonomis dari konsumsi tembakau dalam kampanye terbarunya. “Keluarga termiskin di Indonesia menghabiskan hampir 12% dari pendapatan mereka hanya untuk rokok. Akibatnya, kesejahteraan ekonomi keluarga dan peluang kehidupan anak yang lebih baik akan terpengaruh jika si pencari nafkah sakit akibat tembakau,” katanya.
Pada tingkat nasional, kata José, ekonomi Indonesia akan kehilangan US$4.5 triliun pada 2030 jika tanggungan negara untuk penyakit tidak menular (PTM) akibat tembakau; seperti penyakit jantung, kanker, penyakit pernapasan kronis dan diabetes tidak berkurang. “Indonesia membuat kemajuan dalam hal menggunakan kampanye media massa dan media sosial untuk memperingatkan warga tentang bahaya tembakau, tetapi harus ada dorongan nyata untuk berhenti juga,” ujar Castro.
Oleh karena itu, dibutuhkan arus informasi yang masif tentang dampak ekonomi akibat konsumsi tembakau. Informasi itu juga bisa digunakan untuk membangun dukungan dalam menerapkan pajak tembakau yang lebih tinggi guna menekan konsumsi rokok.
“Kami mengapresiasi kebijakan ini, dan turut berkomitmen mengingatkan masyarakat Indonesia akan bahaya mematikan tembakau, dan membantu Indonesia membuat kemajuan menuju Agenda 2030 untuk Pengembangan yang Berkelanjutan,” ujarnya.
Jangan tunggu sampai anak cucu Anda yang menjadi korban. Menyetop kebiasaan merokok tidak hanya berdampak baik bagi kesehatan Anda, keluarga dan anak Anda, tapi juga perekonomian keluarga dan—lebih lanjut lagi—perekonomian negara.
Berita lainnya:
Bahaya Merokok di Ruangan bagi Kesehatan Anak
Anak Rajin Fitness Kurangi Risiko Sakit Jantung
Bayi Prematur Berisiko Terkena Osteoporosis Saat Dewasa