TEMPO.CO, Jakarta - Jika si sulung mendadak menjadi agresif tak lama setelah kelahiran adiknya, hal ini menunjukkan si kakak masih sulit menerima kenyataan bahwa ia punya adik. Kehadiran anak kedua memang sering jadi masalah, seperti si kakak sering berubah sikap menjadi keras kepala, sulit diatur, bandel, bermusuhan, dan cengeng. Reaksi negatif itu biasanya muncul dari rasa cemburu karena kasih sayang orang tua seakan lebih tercurah kepada adik. Sikap seperti itu sebetulnya wajar saja.
Orang tua bisa mempersiapkan mental kakak sebelum adik lahir. Bagaimana cara membekali kakak agar siap menyambut kehadiran adik baru? Psikolog anak dari Universitas Persada Indonesia, Jakarta, Zainun Mu'tadin mengatakan orang tua dapat menyiapkan mental kakak, terutama yang sudah bisa berkomunikasi verbal seputar kehadiran adik baru.
Ketika sedang bermain misalnya, orang tua bisa menanyakan kesiapan kakak menerima kehadiran adiknya. Contoh pertanyaan, "Apakah kakak mau adik?" Bila si kakak menjawab mau, tugas orang tua berikutnya mengarahkan apa yang dapat mereka lakukan sebagai kakak. Misalnya, membacakan cerita yang bertemakan adik kecil, seperti buku cerita berjudul Just Me and My Little Brother atau The Baby Sister. Namun, bila si kakak menjawab ogah, orang tua harus mengupayakan terus agar si kakak siap menyambut kehadiran sang adik.
Peran anggota keluarga lain dan lingkungan juga dapat berpengaruh pada proses penerimaan adik. Mereka semestinya tak mengucapkan perkataan yang membuat si kakak merasa terancam oleh kehadiran seorang adik. Sering kali paman atau nenek sambil bercanda mengatakan, “Kalau adik lahir, Kakak nggak disayang lagi lo!,'" kata Zainun memberikan contoh.
Walaupun pernyataan tersebut sekadar gurauan, bagi anak kecil, perkataan itu bisa mengancamnya secara psikologis. "Mereka akan berpikir, kehadiran adik merupakan ancaman," dia melanjutkan. Untuk itu, orang tua juga perlu mengkondisikan anggota keluarga dan lingkungan berkaitan dengan kondisi psikologis si kakak yang sensitif. "Minta kepada mereka agar tidak mengatakan sesuatu yang kontraproduktif," ujar Zainun.
Persiapan mental si kakak juga bisa dimulai ketika si ibu hamil. Orang tua bisa mulai membawa si kakak ketika memeriksakan kehamilan ke dokter atau mengajaknya mempersiapkan perlengkapan bayi. Bisa juga menunjukkan bagaimana detak jantung dan gerakan calon adik di dalam perut. "Ini melatih rasa memiliki dan tanggung jawab anak terhadap adiknya," dia menjelaskan lagi.
Walau penyiapan mental si kakak itu perlu, prosesnya harus berlangsung apa adanya dan bertahap sesuai dengan pemahaman mereka. "Semakin dipaksakan, semakin cemas mereka," katanya. Dalam proses itu, pernyataan cinta, kasih sayang, dan perhatian yang penuh kepada si kakak sangat diperlukan.
Karena itu, orang tua sebaiknya meyakinkan si kakak bahwa kasih sayang dan perhatian mereka tak akan berkurang setelah kehadiran si adik. "Tentu saja dengan menggunakan bahasa mereka. Ingat, jangan pernah menganggap anak kita tidak mengerti apa-apa," ucap Zainun.
Bila si kakak masih sulit juga menerima kehadiran si adik, orang tua harus meyakinkan terus pernyataan kasih sayang itu. "Kita dapat menunjukkan dengan memberi mereka waktu khusus saat bayi tidur dengan membacakan buku ataupun menemani mereka bermain," katanya.
Selain itu, orang tua sebaiknya melibatkan si kakak pada saat pengasuhan bayi. "Misalnya, dengan minta tolong si kakak mengambilkan popok." Satu hal yang harus diingat, orang tua tidak boleh meninggalkan si kakak berduaan saja dengan bayi. Mengapa? Sebab, si kakak biasanya belum mengerti cara menjaga bayi.
Maksud hati ingin mengelus pipi bayi, eh yang terjadi bisa-bisa si kakak malah menamparnya. Itu sebabnya, Zainun tak lupa mengingatkan, "Jangan sekali-kali meninggalkan mereka berduaan, apalagi bila si kakak belum siap menerima kehadiran adiknya."
Berita lainnya:
Tip Merawat Mukena
Bahaya jika Membentak Anak Usia 2-7 Tahun
Peneliti: Jangan Selalu Turuti Ngidam Saat Hamil