TEMPO.CO, Jakarta - Bulan Ramadan menjadi momentum yang tepat bagi orang tua memperkenalkan puasa kepada anak. Umumnya, orang tua mulai mengajarkan anak tentang berpuasa pada masa prasekolah.
Menurut dokter spesialis gizi, Saptawati Bardosono, pada usia 1-6 tahun terjadi penurunan kecepatan pertumbuhan dibandingkan masa bayi. Secara fisik, anak tampak kurang berselera makan. Sesudah enam tahun, pertumbuhan si anak sangat dipengaruhi oleh jumlah makanan yang dikonsumsi dan bagaimana cara mengkonsumsinya.
Jadi pada usia berapa anak sudah layak berpuasa ditinjau dari kebutuhan gizinya? Dokter Tati—sapaan Saptawati—menyebut usia enam tahun sebagai usia yang tepat. Sedangkan usia kurang dari lima tahun, kata dia, anak sebaiknya jangan dulu dipaksa berpuasa. Alasannya, pada masa balita, si anak sedang mengejar ketinggalan pertumbuhan waktu bayi, seperti berat badan yang kurang. Jadi, jika dipaksa berpuasa, ia bisa kekurangan gizi di masa pertumbuhannya itu.
Jika anak balita sudah disuruh berpuasa sehari penuh, dapat terjadi dehidrasi. Berbeda dengan orang dewasa yang energi kala sahur bisa bertahan hingga pukul enam sore, anak balita tak lagi punya cadangan energi selepas pukul sebelas atau dua belas tengah hari.
Cara terbaik melatih anak balita berpuasa adalah membatasinya hingga tengah hari saja. Anak di atas lima tahun memang dianggap sudah mampu berpuasa sehari penuh.
Meski begitu, orang tua harus memperhatikan beberapa hal. Pertama, berat badan turun drastis dan anak menjadi lesu tak berdaya. Kedua, selera makan anak pada jam-jam normal berkurang dari biasanya. Ketiga, anak muntah atau diare lantaran ritme makan berubah. Jika muncul salah satu dari gejala itu, artinya ada ketidakseimbangan antara kebutuhan gizi dan jumlah makanan yang disantap.
Berikut ini beberapa tip untuk mengatasi ketidakseimbangan antara kebutuhan gizi dan jumlah makanan yang disantap:
- Pola makan diubah sesuai dengan waktu puasa tanpa mengurangi asupan makanan. Artinya, menu makan pagi untuk berbuka sebelum salat Magrib, menu makan siang diberikan pada sahur, dan menu makan malam untuk sesudah salat Maghrib.
- Selingan makanan setelah salat Isya atau tarawih. Lebih baik lagi jika sebelum tidur, si anak masih bisa menenggak segelas susu demi menjaga keseimbangan gizinya.
- Konsumsi banyak cairan sepanjang waktu tak berpuasa. Tidak harus air putih, tapi bisa diganti dengan es krim, jus, buah-buahan, sup, atau makanan apa pun yang sarat air.
- Membatasi kegiatan anak yang menguras energi, seperti berlari-lari dan bermain di bawah terik matahari, agar anak tak mudah lemas kehabisan energi.
- Semakin bertambah umur si anak, orang tua dapat menjelaskan hikmah di bulan suci Ramadan, semisal makna berpuasa yang tak terbatas pada menahan lapar dan haus saja.
KORAN TEMPO | DINA ANDRIANI
Berita lainnya:
Makanan Terbaik Setelah Berolahraga
Bos Ingin Anda Tahu 10 Keinginannya Berikut Ini
'Iman' Pria Gampang Goyah Saat Berteman dengan Wanita